Indonesia yang kaya akan keanekaragaman hayati membuat negara ini banyak ditumbuhi tanaman herbal yang bisa dimanfaatkan untuk kesehatan. Melihat hal ini, pemerintah tengah menggencarkan penelitian tanaman herbal untuk dijadikan obat dan fitofarmaka.
Obat tradisional di Indonesia sangat besar peranannya dalam pelayanan kesehatan di Indonesia dan sangat potensial untuk dikembangkan. Tanaman seperti sambiloto dan temulawak saat ini juga tengah diteliti khasiatnya untuk kesehatan.
Namun pemanfaatan tanaman herbal juga perlu didasari bukti ilmiah mengenai khasiatnya. Terkait kratom, saat ini belum ada uji ilmiah terkait manfaatnya sehingga dikhawatirkan risiko penyalahgunaan ketika dijadikan obat herbal.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tidak mengandung bahan berbahaya yang dilarang, termasuk kratom. Jadi kalau ada bahan tersebut, sebaiknya tidak dipakai," kata Direktur Registrasi Obat Tradisional, Suplemen Kesehatan dan Kosmetik BPOM RI Dra Dwiana Andayani saat ditemui di HPTLC Indonesia, Cikini, Jakarta Pusat, Selasa (31/10/2023).
BPOM RI melalui Surat Keputusan Kepala BPOM Nomor HK.00.05.23.3644 tahun 2004 tentang Ketentuan Pokok Pengawasan Suplemen Makanan, daun kratom disebutkan sebagai bahan yang dilarang digunakan dalam suplemen makanan. BPOM juga melarang kratom digunakan dalam obat tradisional, obat herbal terstandar, dan fitofarmaka.
Kratom disebut dapat menimbulkan efek samping pada sistem saraf dan pikiran seperti yang ditimbulkan beberapa jenis narkotika lainnya, seperti pusing, mengantuk, halusinasi dan delusi, depresi, sesak napas, kejang, dan koma. Efek samping lainnya bisa berupa badan menggigil, mual dan muntah, berat badan turun, gangguan buang air kecil dan buang air besar, kerusakan hati, dan nyeri otot sehingga pemanfaatannya untuk obat herbal masih tidak diperbolehkan.
Namun di samping itu, pemerintah dalam hal ini BPOM dan Kemenkes mendukung penelitian terkait tanaman untuk dijadikan obat herbal dan fitofarmaka. Pada Mei 2022, Kemenkes juga telah meluncurkan Formularium Fitofarmaka sebagai acuan dalam perencanaan dan pengadaan fitofarmaka agar tersedia di fasilitas pelayanan kesehatan.
Kontrol kualitas bahan baku dan produk herbal juga diperlukan dalam rangka menyediakan produk herbal yang berkhasiat dan aman. Untuk meningkatkan jumlah dan jenis produk obat bahan alam dalam negeri yang menggunakan bahan baku dalam negeri tentunya sangat diperlukan pengembangan metode kontrol kualitas mulai dari bahan baku sampai produk jadi.
"Secara garis besar, peneliti melakukan riset dulu untuk mengembangkan ekstrak apa yang akan dikembangkan untuk menjadi fitofarmaka atau obat herbal terstandar kemudian melakukan uji pada hewan lalu toksisitas," tambahnya.
Pihak BPOM sejauh ini mendukung penelitian terkait manfaat tanaman kratom yang dilakukan oleh lembaga penelitian. Pelarangan kratom terkait dengan atau dalam proses registrasi produk, karena belum terbukti keamanannya.
(kna/kna)











































