Stok Listrik Menipis, Ratusan Bayi Prematur di Gaza Bisa Meninggal dalam Hitungan Detik

Stok Listrik Menipis, Ratusan Bayi Prematur di Gaza Bisa Meninggal dalam Hitungan Detik

Nafilah Sri Sagita K - detikHealth
Jumat, 03 Nov 2023 09:40 WIB
Stok Listrik Menipis, Ratusan Bayi Prematur di Gaza Bisa Meninggal dalam Hitungan Detik
Foto: REUTERS/Mohammed Al-Masri
Jakarta -

Bunyi 'bip' terdengar di ruang NICU tempat bayi prematur di Gaza dirawat. Mereka juga memakai ventilator mekanis yang berfungsi membantu memberikan oksigen ke paru-parunya. Alat vital yang dibutuhkan untuk tetap bertahan hidup, saat detak jantungnya lemah.

Seorang bayi bernama Talia, lahir pada 6 Oktober kemarin, tepat satu hari sebelum Israel memborbardir Jalur Gaza. Kulitnya tampak semakin pucat dan memicu kekhawatiran di kalangan petugas medis, di Rumah Sakit Medis Nasser di Khan Younis, di Jalur Gaza selatan.

Pasalnya, paru-parunya belum cukup kuat untuk berfungsi sendiri.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Rumah sakit di seluruh wilayah Palestina kini berada di tengah ancaman serius, persediaan bahan bakar hampir habis saat blokade total dilakukan Israel. Begitu generator berhenti menyala, bayi baru lahir yang bergantung pada inkubator listrik untuk bertahan hidup, bisa meninggal dalam hitungan menit.

Bahkan, kekurangan bahan bakar telah memaksa satu-satunya rumah sakit kanker di Gaza baru-baru ini ditutup.

ADVERTISEMENT

"Ada ketakutan dan kecemasan yang besar terhadap nyawa yang mungkin hilang," tutur Asaad al-Nawajha, spesialis anak dan neonatal di Nasser mengatakan kepada Al Jazeera.

"Kami terus mengimbau untuk menyediakan bahan bakar yang diperlukan demi mengoperasikan generator RS dan menjamin keselamatan anak-anak, orang sakit, juga korban terluka di Gaza."

Unit gawat darurat neonatal di rumah sakit ini menampung 10 anak, beberapa di antaranya lahir empat minggu lebih awal dari perkiraan tanggal lahir mereka. Kementerian Kesehatan Gaza memperkirakan 130 bayi baru lahir saat ini bergantung pada inkubator di seluruh wilayah tersebut.

Samar Awad, ibu Talia yang berusia 25 tahun, mengatakan bayi perempuannya adalah anak yang diimpikan selama ini.

"Dokter memberitahu saya bahwa ada air di paru-parunya dan dia perlu diawasi, jadi saya tidur bersamanya di kamar bayi," kata Awad. Dia belum bisa membawa putrinya pulang.

Jalur Gaza telah dibombardir tanpa henti sejak 7 Oktober. Bom Israel telah menewaskan lebih dari 8.700 warga Palestina di Gaza, termasuk lebih dari 3.000 anak-anak.

Sejak pemerintah Israel mengeluarkan perintah untuk mengevakuasi bagian utara daerah Palestina, distrik selatan Khan Younis dan Rafah telah dibanjiri oleh keluarga-keluarga pengungsi.

Serangan udara terus berlanjut di Jalur Selatan meskipun ada perintah relokasi dari Israel. Selain ketakutan yang mendalam bahwa sebuah bom dapat membunuh suami dan putranya yang berusia tiga tahun saat mereka berkumpul dengan kerabatnya di Khan Younis, Awad juga diliputi oleh kekhawatiran bahwa mesin yang menjaga bayinya tetap hidup akan menjadi sunyi.

"Saya khawatir rumah sakit akan kehabisan bahan bakar," katanya.

"Saya ingin perang ini berakhir, dan putri saya bisa berada di rumah bersama saudara laki-lakinya dan ayahnya, yang sangat merindukannya."

Badan kesehatan seksual dan reproduksi PBB atau United Nations Sexual and Reproductive Health Agency UNFPA, memperkirakan 50.000 perempuan hamil terjebak dalam konflik di Gaza, dengan lebih dari 160 kelahiran setiap hari.

Sekitar 15 persen kelahiran diperkirakan mengakibatkan komplikasi.

"Para wanita ini perlu memiliki akses terhadap perawatan obstetri darurat, dan hal ini menjadi lebih menantang dengan banyaknya kasus trauma dan sistem kesehatan yang kewalahan," kata Dominic Allen, perwakilan UNFPA untuk Negara Palestina, kepada Al Jazeera.

Sebagai bagian dari PBB, UNFPA menyerukan gencatan senjata kemanusiaan segera. "Perlu ada ruang dan waktu untuk meringankan penderitaan manusia yang kita saksikan di Gaza," kata Allen. "Bantuan dan perbekalan kemanusiaan harus diizinkan masuk."

Setidaknya sepertiga rumah sakit di Gaza, 12 dari 35 dan hampir dua pertiga dari klinik kesehatan primer, 46 dari 72, ditutup sejak dimulainya konflik Israel dan Gaza, imbas kerusakan atau kekurangan bahan bakar, sehingga meningkatkan tekanan pada masyarakat.

Di Rumah Sakit al-Shifa di Kota Gaza, kompleks medis terbesar di wilayah Palestina, staf medis menggambarkan kondisi kerja sebagai 'bencana'.

"Kami kekurangan kebutuhan dasar untuk hidup dan berjuang dengan kekurangan air yang parah," kata Nasser Fouad Bulbul, kepala departemen perawatan prematur dan neonatal.

Ketika bahan bakar habis, pabrik desalinasi juga ditutup, menyebabkan sebagian besar rumah sakit tidak mampu memenuhi standar kebersihan paling dasar. PBB mengatakan saat ini hanya tersedia tiga liter air sehari per orang di Gaza untuk kebutuhan kesehatan dasar termasuk minum, mencuci, memasak, dan menyiram toilet, jauh lebih rendah dari jumlah minimum harian yang direkomendasikan yaitu 50 liter.

Yasmine Ahmed, bidan di RS al-Shifa, mengatakan sebagian besar bayi di rumah sakit tersebut adalah satu-satunya bayi yang selamat dari keluarganya. "Tidak ada yang merawat mereka dan ada ancaman pemadaman listrik, sehingga mereka [juga] kehilangan nyawa," katanya.

Bagi orang tua yang ingin sekali menggendong bayinya, setiap hari dipenuhi dengan ketidakpastian yang menegangkan. Lina Rabie, seorang ibu berusia 27 tahun dari Khan Younis, berjuang selama bertahun-tahun untuk memiliki seorang anak. Putranya akhirnya lahir seminggu sebelum perang dimulai.

"Dia lahir pada minggu pertama bulan kedelapan [masa kehamilan] dan dokter mengatakan kepada saya bahwa hidupnya dalam bahaya," kata Rabie kepada Al Jazeera. Marwan, yang namanya diambil dari nama kakek dari pihak ayah, kini ditempatkan di inkubator di Rumah Sakit Nasser.

"Setiap detik perang berlanjut, hati saya terbakar ketakutan terhadap anak saya dan semua anak," kata Rabie. "Saya berharap perang akan berakhir dan putra saya pulih, lalu saya bisa memeluknya kapan pun saya mau."

Halaman 2 dari 2


Simak Video "Video Laporan WHO: RS Al-Khair di Gaza Kembali Beroperasi"
[Gambas:Video 20detik]
(naf/vyp)

Berita Terkait