Mantan Menteri Kesehatan Siti Fadillah Supari belakangan mempertanyakan langkah pengendalian demam berdarah dengue (DBD) Kementerian Kesehatan RI yakni menyebarkan nyamuk aedes aegypti dengan bakteri Wolbachia.
Dirinya mengaku keberatan saat masyarakat dijadikan subjek penelitian. Efektivitas penerapan wolbachia dikhawatirkan belum terbukti.
"Ini yang membuat ketidaknyamanan menurut saya sebagai bangsa yang berdaulat. Dari segi kesehatan DBD menurut saya telah terkendali dengan program-program dari Kemenkes," tutur dia dalam konferensı pers Senin (13/11/2023).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sejauh ini, Kemenkes disebutnya cukup berhasil dalam pengendalian DBD. Siti menyayangkan jika kemudian ada riset baru yang dilakukan secara tidak transparan.
Kemenkes RI Buka Suara
Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Kemenkes RI dr Maxi Rein Rondonuwu memastikan teknik wolbachia melibatkan pertimbangan para ahli hingga Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
"Kemenkes sangat percaya dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh teman2 UGM dan sdh ada rekomendasi WHO," tegas Maxi saat dihubungi detikcom Selasa (14/11/2023).
Data dari riset awal disebut sudah cukup menunjukkan seberapa efektif intervensi wolbachia, menekan penyebaran DBD.
Efektivitas wolbachia sebetulnya diteliti sejak 2011. WMP di Yogyakarta dengan filantropi yayasan Tahija melakukan riset persiapan dan pelepasan aedes aegypti berwolbachia dalam skala terbatas selama empat tahun hingga 2015.
Hasilnya menunjukkan wolbachia bisa melumpuhkan virus dengue di dalam tubuhnnyamuk aedes aegypti. Walhasil, virus dengue tidak akan menular ke dalam tubuh manusia.
"Jika aedes aegypti jantan berwolbachia kawin dengan aedes aegypti betina, virus dengue pada nyamuk betina akan terblok. Selain itu, jika yang berwolbachia itu nyamuk betina kawin dengan nyamuk jantan yang tidak berwolbachia maka seluruh telurnya akan mengandung wolbachia," demikian pernyataan resmi Kemenkes, dikutip Selasa (14/11).
NEXT: Uji coba nyamuk ber-Wolbachia di Yogyakarta
Uji coba. nyamuk ber-wolbachia dilakukan di Kota Yogyakarta, Kabupaten Bantul pada 2022. Kasus demam berdarah di lokasi tersebut khususnya pasien yang dirawat di RS, menurun sebanyak 86 persen. Sementara kasus DBD secara keseluruhan berhasil ditekan hingga 77 persen.
Menurut Kepala Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta, Emma Rahmi Aryani, juga penurunan penyebaran DBD ini sejalan dengan penerapan wolbachia. Penurunan bahkan terbilang sangat signifikan.
"Jumlah kasus di Kota Yogyakarta pada bulan Januari hingga Mei 2023 dibanding pola maksimum dan minimum di 7 tahun sebelumnya (2015 - 2022) berada di bawah garis minimum," terang Emma.
Di sisi lain, Sigit Hartobudiono, Lurah Patangpuluhan Yogyakarta mengaku sempat ada kekhawatiran terkait penyebaran nyambuk ber-wolbachia di masyarakat.
"Masyarakat pada awalnya memang ada kekhawatiran karena pemahaman dari masyarakat itu nyamuk ini dilepas kok bisa mengurangi (DBD). Tapi seiring berjalan dan kita sudah ada edukasi, ada sosialisasi, sekarang masyarakat justru semakin paham, bahwa sebenarnya teknologi ini untuk mengurangi DBD," kata Sigit.











































