Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat menyampaikan pentingnya intervensi pemerintah dalam menekan angka diabetes di Indonesia. Menurutnya, pemerintah perlu melakukan penerapan kebijakan terkait penanggulangan penyakit tidak menular secara konsisten.
"Problem diabetes ada di depan mata kita, sehingga membutuhkan perhatian serius semua pihak," kata Lestari dalam keterangannya, Rabu (15/11/2023).
Hal ini disampaikannya saat membuka diskusi daring bertema Waspada Diabetes Menggerogoti Usia Produktif pada Forum Diskusi Denpasar 12, Rabu (15/11).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lestari menjelaskan ancaman diabetes harus diantisipasi dan dicermati agar bonus demografi yang diharapkan tidak berubah menjadi beban. Apalagi berdasarkan catatan WHO, kasus diabetes di dunia yang terbanyak adalah type 2.
"Kondisi tersebut harus menjadi perhatian apalagi diabetes menyerang usia produktif," paparnya.
Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu pun mendorong agar para pemangku kepentingan benar-benar aktif melakukan pencegahan melalui penerapan sejumlah kebijakan yang relevan. Diperlukan juga gerakan peningkatan kualitas hidup sehat melalui edukasi dan peningkatan layanan kesehatan melalui sistem kesehatan terpadu.
Senada dengan Lestari, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular, Kemenkes RI, Eva Susanti mengatakan kesiapan mewujudkan bonus demografi harus diiringi dengan upaya membangun generasi emas yang sehat.
Sebab, kasus diabetes di Asia Tenggara, menduduki peringkat ke-6 dengan jumlah penderita 90,2 juta atau 8,7% dari populasi. Adapun jumlah kasus tersebut akan terus naik bila tidak ada upaya untuk mengendalikan faktor risiko. Apalagi, diabetes merupakan ibu dari segala penyakit.
Menurut Eva gaya hidup seperti merokok, kurangnya aktivitas fisik dan kurang makan buah dan sayuran dapat meningkatkan risiko terkena penyakit tidak menular, seperti diabetes. Namun, diabetes dapat dicegah jika diterapkan tatalaksana yang tepat.
"Pemerintah juga sudah berupaya melakukan langkah-langkah pencegahan dengan deteksi dini pada sistem layanan kesehatan yang ada hingga penatalaksanaan terhadap para penderita," jelasnya.
Eva pun mendorong masyarakat agar melakukan pengukuran gula darah minimal satu kali dalam satu bulan. Sementara dari sisi pemerintah, penguatan pembiayaan pada jaminan kesehatan nasional untuk mendukung sejumlah upaya preventif dan pengobatan diabetes juga perlu terus diupayakan.
Ia pun mendorong agar regulasi kewajiban mencantumkan informasi nilai gizi pada makanan yang beredar ditegakkan secara konsisten dan masyarakat peduli terhadap informasi tersebut.
Adib mengatakan jumlah penderita diabetes diprediksi terus meningkat di masa datang. Menurutnya, perubahan pola hidup sudah mulai terlihat pada masyarakat di perkotaan, tetapi belum terlihat secara masif.
Melihat hal ini, ia pun mendorong agar dilakukan kampanye mengurangi makanan dan minuman manis lewat regulasi yang mewajibkan informasi kandungan gula dalam makanan yang beredar.
"Awareness masyarakat terkait ancaman diabetes adalah pekerjaan rumah bagi kita semua dalam penanganan diabetes di Tanah Air," paparnya.
"Bila gejala-gejala klinis diabetes bisa disosialisasikan dengan baik kepada masyarakat, bisa menjadi cara untuk meningkatkan kepedulian masyarakat luas dalam upaya mendorong pencegahan diabetes," imbuhnya.
Ketua Umum Perhimpunan Pakar Gizi dan Pangan Indonesia, Hardinsyah mengungkapkan pencegahan diabetes bisa dilakukan melalui keseimbangan kadar lemak dalam tubuh. Sebab, faktor risiko terbesar penimbunan lemak dalam tubuh adalah obesitas yang merupakan lima risiko utama pemicu diabetes tipe 2.
"Upaya mengurangi konsumsi makanan yang berisiko, terutama yang berkadar gula tinggi, harus diimbangi dengan meningkatkan konsumsi makanan berserat seperti ubi-ubian dan kue dengan taburan parutan kelapa," ungkapnya.
Diakui Hardinsyah, hampir 50% masyarakat Indonesia mengalami defisiensi vitamin D. Padahal, vitamin D penting untuk menjaga sistem metabolisme tubuh dalam mencegah obesitas. Untuk itu, ia mendorong agar diet yang baik untuk mencegah obesitas harus diimbangi dengan aktivitas fisik yang tepat untuk mencegah obesitas.
Sementara itu, Anggota Komisi IX DPR RI, Hasnah Syams mengungkapkan diabetes merupakan salah satu bagian dari kegawatdaruratan global. Sebanyak 73,7% masyarakat tidak terdeteksi menderita diabetes yang menyebabkan diabetes di Indonesia sangat sulit diatasi karena yang bersangkutan tidak menyadari kalau terkena diabetes.
Dalam hal ini, Hasnah menilai langkah terpenting yang perlu dilakukan adalah meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat untuk melakukan deteksi dini.
"Upaya preventif dan promotif diabetes belum efektif dilaksanakan saat ini. Karena meski sudah ada kesadaran masyarakat untuk deteksi dini, sering kali menghadapi keterbatasan sarana di sejumlah fasilitas layanan kesehatan," katanya.
Di sisi lain, wartawan senior Saur Hutabarat mengatakan upaya preventif dan promotif menjadi bagian penting dalam penanganan diabetes. Namun menurutnya, upaya tersebut belum sepenuhnya terwujud karena keterbatasan anggaran.
Selain itu, upaya untuk mengurangi konsumsi gula harus diikuti dengan kebijakan terkait standar kadar gula yang layak dikonsumsi dalam setiap produk makanan dan minuman yang diperdagangkan.
Saur pun mengingatkan rendahnya deteksi dini menyebabkan tingginya jumlah masyarakat yang tidak menyadari dirinya terkena diabetes. Padahal, kondisi tersebut bisa menjadi persoalan besar ke depannya.
Sebagai informasi, diskusi ini dimoderatori Tenaga Ahli Wakil Ketua MPR RI Anggiasari Puji Aryatie dengan menghadirkan Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular, Kemenkes RI Dr. Eva Susanti, S.Kp., M.Kes., Ketua Umum Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Dr. Muhammad Adib Khumaidi, Sp.OT dan Ketua Umum Perhimpunan Pakar Gizi dan Pangan Indonesia Prof. Dr. Ir. Hardinsyah, MS sebagai narasumber. Hadir pula anggota Komisi IX DPR RI Drg. Hj. Hasnah Syams, MARS sebagai penanggap.











































