Cerita Warga Yogyakarta, Awalnya Ragu Kini 'Berdampingan' dengan Nyamuk Wolbachia

Round Up

Cerita Warga Yogyakarta, Awalnya Ragu Kini 'Berdampingan' dengan Nyamuk Wolbachia

Suci Risanti Rahmadania - detikHealth
Kamis, 23 Nov 2023 06:30 WIB
Cerita Warga Yogyakarta, Awalnya Ragu Kini Berdampingan dengan Nyamuk Wolbachia
Ilustrasi nyamuk aedes Aegypti ber-wolbachia (Foto: Getty Images/iStockphoto/PongMoji)
Jakarta -

Kota Yogyakarta menjadi kota pertama di Indonesia yang mengimplementasikan teknologi nyamuk ber-wolbachia dalam pengendalian demam berdarah dengue (DBD). Sejak program ini dimulai pada tahun 2016 lalu, angka kasus DBD di kota Yogyakarta mengalami penurunan secara signifikan. Dari yang tadinya ada 1.700 kasus DBD pada tahun 2016-2017, kini pada 2023, turun menjadi 67 kasus.

"Selain cara-cara yang sudah kita kenal seperti pemberantasan nyamuk dengan 3M dan jumantik, penurunan kasus ini tidak terlepas dari intervensi program nyamuk ber-Wolbachia yang dilakukan sejak tahun 2016 sampai saat ini," terang dr Lana Unwanah, Kepala Bidang Pencegahan Pengendalian Penyakit dan Pengelolaan Data dan Sistem Informasi Kesehatan Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta, Rabu (22/11).

Hadirnya program ini juga disambut baik oleh kalangan tokoh masyarakat Kelurahan Cokrodiningratan, Kota Yogyakarta, Totok Pratopo. Menurut Totok, kondisi penyebaran DBD di kampung tersebut pada awalnya bisa dibilang memprihatinkan. Kasus baru selalu muncul menjelang akhir tahun, bahkan hingga mengakibatkan kematian.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Setiap tahun menjelang musim hujan pasti selalu ada kasus DBD. Selama periode itu ada 2 anak meninggal, kemudian pada tahun 2017 itu ada satu anak meninggal usia 8 tahun," imbuhnya.

"Kampung di pinggir Kali Code sebenarnya memiliki potensi yang tinggi karena tingkat kebersihan lebih rendah dan banyak genangan. Bersyukur teknologi ini ditemukan. Hari ini kampung saya Jetisharjo nol kasus. Tidak ada yang sampai masuk rumah sakit dan meninggal, ini sungguh melegakan bagi kami masyarakat," kata Totok.

ADVERTISEMENT

Awalnya, Totok mengakui kehadiran teknologi tersebut membuat banyak warga kebingungan. Pasalnya, selama ini yang diajarkan untuk membasmi nyamuk pembawa virus dengue, penyebab DBD adalah menerapkan 3M (Menguras, Menutup, Mengubur) Plus dan upaya lainnya di masyarakat.

"Ko tiba-tiba teknologinya dengan menyebarkan nyamuk baru. Kemudian saya tanyakan, saya minta jaminan andai kata nyamuk dilepas dan ada warga kami yang terlular DBD, apakah ada jaminan atau santunan dari tim ini?" ucapnya dalam kesempatan yang sama.

"Dan waktu itu mohon maaf tidak ada jawaban yang memuaskan. Dan dikatakan riset ini baru berjalan," imbuhnya lagi.

Menurut Totok, teknologi ini memang sulit untuk dipahami masyarakat awam. Hal inilah yang mungkin membuat sejumlah orang sempat meragukan efektivitas program yang diterapkan. Namun, setelah dijelaskan dan yakin dengan penelitian ini, pria yang juga menjabat sebagai Ketua Komunitas Pamerti Code ini turut membantu para peneliti dalam meyakinkan masyarakat.

"Ini bukan penelitian sembarangan. Kami jadi saksi kesungguhan penelitian ini di laboratorium," jelas Totok.

NEXT: Perubahan signifikan setelah implementasi Wolbachia

Simak Video 'Nyamuk Wolbachia Dikaitkan dengan Konspirasi Bill Gates, Ini Kata Ahli':

[Gambas:Video 20detik]



Turut Serta Mengamati Kasus DBD

Lebih lanjut, Pratopo juga turut mengamati wilayahnya pada saat itu setelah melakukan uji coba metode wolbachia. Ia mengaku tak mendapatkan laporan adanya kasus DBD di wilayahnya. Padahal menurutnya, wilayah kampungnya itu padat warga, cenderung kumuh, dan sangat tinggi penularan DBD.

"Dan sampai detik ini di kampung saya di RW 5, 6, 7, yang menjadi bagian sampling kegiatan nyamuk aedes aegypti ber-wolbachia ini itu 0 kasus DBD," imbuhnya lagi.

"Sehingga pada 2019 saya tanyakan ke tim WMP, karena kami sering berhubungan sebab saya punya sekolah Sungai, tim WMP ini selalu saya undang menjadi tamu-tamu sekolah di depan sungai kami. Jadi bagian kurikulum silabusnya untuk mengusir DBD ini," katanya lagi.

Sepintas soal Inovasi Teknologi Wolbachia

Inovasi teknologi wolbachia bertujuan untuk mencegah penyebaran penyakit DBD dengan cara menggunakan nyamuk aedes aegypti diinfeksi dengan bakteri wolbachia.

Wolbachia sendiri adalah bakteri yang hanya dapat hidup di dalam tubuh serangga, termasuk nyamuk. Bakteri ini tidak dapat bertahan hidup di luar sel tubuh serangga dan tidak bisa mereplikasi diri tanpa bantuan serangga inangnya. Ini merupakan sifat alami dari bakteri wolbachia. Bakteri ini juga telah ditemukan di dalam tubuh nyamuk aedes albopictus secara alami.

Selain Indonesia, terdapat 12 negara lainnya yang juga menggunakan teknologi ini. Adapun teknologi wolbachia yang digunakan di Indonesia diimplementasikan dengan metode 'penggantian', yakni baik nyamuk jantan dan nyamuk betina wolbachia dilepaskan ke populasi alami.

Tujuannya agar nyamuk betina kawin dengan nyamuk setempat dan menghasilkan anak-anak nyamuk yang mengandung wolbachia. Pada akhirnya, hampir seluruh nyamuk di populasi alami akan memiliki wolbachia.

Wolbachia berperan dalam memblok replikasi virus dengue di dalam tubuh nyamuk. Akibatnya nyamuk yang mengandung wolbachia, tidak mampu lagi untuk menularkan virus dengue ketika nyamuk tersebut menghisap darah orang yang terinfeksi virus dengue.

Mengingat bahwa wolbachia terdapat dalam telur nyamuk, maka bakteri ini akan diturunkan dari satu generasi nyamuk ke generasi berikutnya. Akibatnya, dampak perlindungan wolbachia terhadap penularan dengue bersifat berkelanjutan (sustainable).

Halaman 2 dari 2
(suc/up)

Berita Terkait