Meski begitu, penyebab mycoplasma pneumonia masih menjadi dugaan awal di balik laporan pneumonia 'misterius' yang menyerang anak-anak di China. Pasalnya, infeksi tersebut 'hanya' ditemukan pada 40 persen dari total kasus, sisanya pasien tercatat mengidap kombinasi virus.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) masih memantau tren kasus di China, juga di banyak negara. Menurut dr Imran, Indonesia diminta untuk tidak menutup pintu secara penuh bagi setiap negara yang mencatat kasus unidentified pneumonia tersebut.
"Travel banned, sesuai rekomendasi WHO, kita tidak memberlakukan karantina maupun isolasi dari negara-negara yang terjangkit maupun dari China dan Belanda, tetapi kita perlu meningkatkan kewaspadaan terhadap para penumpang yang mempunyai gejala-gejala batuk, kemudian adanya demam," beber dia kepada detikcom Rabu (29/11/2023).
"Apakah perlu dibuat karantina? Tidak ada, tetapi tetap meningkatkan kewaspadaan," sambungnya.
Dibandingkan dengan COVID-19, dr Imran menegaskan fatalitas mycoplasma pneumonia relatif lebih rendah. Terlihat dari tren yang terjadi sebelum pandemi COVID-19 merebak.
Meski begitu, pemerintah mempersiapkan seluruh laboratorium, fasilitas kesehatan, untuk juga mewaspadai kemungkinan lonjakan serupa. Masyarakat diimbau untuk selalu menjalani pola hidup bersih dan sehat, sebisa mungkin melakukan isolasi mandiri saat sakit atau mengalami gejala.
Simak Video "Video: Cerita Menkes Pilih-pilih Olahraga Ternyaman, Renang hingga Lari"
(naf/kna)