Wolbachia Dianggap Ampuh Tekan DBD, Kemenkes Ekspansi ke 5 Kota

Wolbachia Dianggap Ampuh Tekan DBD, Kemenkes Ekspansi ke 5 Kota

Anggita - detikHealth
Rabu, 29 Nov 2023 17:47 WIB
Wolbachia Dianggap Ampuh Tekan DBD, Kemenkes Ekspansi ke 5 Kota
Foto: REUTERS/FATIMA TUJ JOHORA
Jakarta -

Kasus Dengue masih menjadi masalah di Indonesia. Hingga pada tahun 2023, tercatat 76.449 kasus dan 571 kematian dari Januari-November. Meskipun jumlah kasus menurun dibanding tahun sebelumnya, masih terdapat kasus kematian per tahunnya. Pada tahun 2022, terdapat 143.300 kasus dan 1.236 kematian, dengan kelompok umur 5-14 tahun memiliki kematian tertinggi.

Di Indonesia, sejumlah inovasi telah diterapkan untuk mengurangi penyebaran dengue, khususnya untuk mengurangi angka kematian dan mencapai target eliminasi dengue pada tahun 2030. Salah satu inovasi yang diterapkan oleh pemerintah untuk mengurangi penularan dengue adalah pemanfaatan teknologi nyamuk yang mengandung bakteri wolbachia.

Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kemenkes Maxi Rein Rondonuwu menegaskan penyebaran nyamuk ber-wolbachia dipastikan aman, karena telah melalui proses penelitian yang cukup panjang dengan turut melibatkan banyak ahli.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Penerapan teknologi nyamuk ber-wolbachia sudah melalui kajian dan analisis risiko dengan melibatkan 25 peneliti top Indonesia, dan hasilnya bagus, sudah diujicobakan di Yogyakarta sekitar 5-6 tahun lalu dan hasilnya sangat menggembirakan" kata Maxi dalam keterangan tertulis, Rabu (29/11/2023).

Hal itu Maxi ungkapkan saat dirinya menjadi pembicara dalam temu media bertajuk 'Mengatasi DBD dengan Wolbachia', pada Jumat (24/11) lalu.

ADVERTISEMENT

Diketahui, teknologi tersebut pada prinsipnya memanfaatkan bakteri alami Wolbachia yang banyak ditemukan pada 60% serangga. Bakteri itu selanjutnya dimasukkan dalam nyamuk aedes aegypti, hingga menetas dan menghasilkan nyamuk aedes aegypti ber-wolbachia. Dengan demikian, perlahan populasi aedes aegypti berkurang dan berganti menjadi nyamuk aedes aegypti ber-wolbachia.

Jika menggigit, nyamuk aedes aegypti yang mengandung bakteri wolbachia tidak akan menyebarkan virus demam berdarah ke manusia. Ini disebabkan karena bakteri wolbachia berhasil menghambat perkembangan virus dengue.

Temuan dan keberhasilan ini telah dilaporkan kepada Badan Kesehatan Dunia (WHO), dan akhirnya pada tahun 2021, WHO merekomendasikan penggunaan nyamuk ber-wolbachia. Berdasarkan hasil positif tersebut, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) kemudian memutuskan untuk meluaskan wilayah penyebaran nyamuk Wolbachia ke lima kota di Indonesia. Lima kota tersebut meliputi Jakarta Barat, Bandung, Semarang, Bontang, dan Kupang.

Maxi mengatakan kendati telah menunjukkan hasil yang baik, pelaksanaan nyamuk ber-wolbachia tetap memerlukan monitoring dan evaluasi secara berkala guna mengetahui perkembangan dari penyebaran nyamuk ber-wolbachia.

Kemenkes juga telah mengeluarkan Buku Pedoman Penanggulangan Dengue dengan metode nyamuk ber-wolbachia di 5 kota untuk memastikan implementasi wolbachia berjalan baik sesuai dengan penelitian di Yogyakarta.

Dalam kesempatan yang sama, Peneliti Nyamuk Ber-Wolbachia Universitas Gadjah Mada Prof Adi Utarini mengatakan penyebaran dengue di Kota Yogyakarta telah berjalan efektif sejak tahun 2016.

Terbukti, daerah yang disebar nyamuk ber-wolbachia terbukti mampu menurunkan angka kejadian demam berdarah hingga 77 persen dan angka perawatan rumah sakit juga turun 86 persen. Bahkan, merujuk pada data Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta tahun 2023, kasus demam berdarah dengue tercatat hanya di 67 kasus. Jumlah ini merupakan yang terendah selama 30 tahun terakhir.

"Kami membandingkan kecenderungan dengue di Yogyakarta mundur 30 tahun, dari situ kami menyimpulkan memang angka kejadian dengue saat ini terendah sejak 30 tahun lalu. Hasil ini menjadi bukti penelitian di Yogyakarta sekaligus rekomendasi ke WHO untuk vector control advisory Group," katanya.

Adi menambahkan selain menurunkan angka kejadian dengue, penyebaran nyamuk ber-wolbachia disebut juga berhasil menekan anggaran penanganan dengue Kota Yogyakarta. Salah satu anggaran yang dapat ditekan adalah pembiayaan untuk fogging atau pengasapan.

"Karena tingginya kasus, fogging yang semula bisa 200 kali di tahun 2022, tapi kini bisa 9 kali di tahun ini. Penghematannya bisa sekitar 200-an juta, sehingga biayanya bisa di realokasi untuk hal lain," kata Adi.

Di samping pengasapan, penurunan jumlah kasus dengue yang dirawat inap, juga diperkirakan akan menghemat biaya perawatan pasien dengue yang menggunakan BPJS Kesehatan.

"Sekitar tahun 2017-an di satu kabupaten bisa Rp 8-9 miliar untuk dengue. Jadi ini bisa menjadi potensi penghematan yang besar," ungkapnya.




(prf/ega)

Berita Terkait