Cegah Komplikasi, Dokter RS Royal Progress Sarankan Cepat Atasi Skoliosis

Cegah Komplikasi, Dokter RS Royal Progress Sarankan Cepat Atasi Skoliosis

Danica Adhitiawarman - detikHealth
Jumat, 01 Des 2023 14:16 WIB
Cegah Komplikasi, Dokter RS Royal Progress Sarankan Cepat Atasi Skoliosis
dr. Heka Priyamurti, Sp.OT (K) Spine melakukan tindakan operasi di RS Royal Progress (Foto: RS Royal Progress)
Jakarta -

Skoliosis merupakan kelainan bentuk pada tulang belakang di mana tulang belakang melengkung seperti huruf 'S', 'C', ataupun memutar. Jika dibiarkan tanpa penanganan yang tepat, kondisi ini bisa semakin parah hingga menimbulkan penyakit lainnya, salah satunya saraf kejepit.

Dokter Spesialis Orthopaedi dan Tulang Belakang, dr Heka Priyamurti menjelaskan skoliosis dapat ditandai dengan gejala penampakan bahu dan panggul yang miring serta panjang kaki yang berbeda antara satu dengan lainnya. Bagi perempuan, bisa juga merasa posisi payudara yang tinggi sebelah.

"Satu penyebabnya kongenital istilahnya, jadi bawaan lahir, pasien ini terlahir dengan kondisi yang berbeda bentuk punggungnya, bisa 'S', bisa 'C'. Biasanya berhubungan dengan istilahnya hemivertebrae. Jadi tulang belakangnya ada yang tidak terbentuk, sehingga posisinya miring," ujar dr Heka dalam salah satu wawancara bersama detikcom.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Lalu, ada skoliosis yang berhubungan dengan kelainan neuromuskular, di mana ada kelainan penurunan fungsi saraf yang menyebabkan kekuatan otot tidak seimbang, sehingga tulang belakang menjadi bengkok. Selanjutnya, ada skoliosis idiopatik yang sebenarnya tidak diketahui penyebabnya, tetapi biasa timbul di usia akil baligh.

Bagi perempuan, bisa terjadi setahun sebelum menstruasi sampai dua tahun setelahnya. Pada masa itu, terjadi skoliosis karena satu atau dua tulang belakang berputar menghadap kanan atau kiri, sehingga memberatkan pertumbuhan tulang belakang.

ADVERTISEMENT

"Skoliosis degeneratif terjadi karena kualitas dan kekuatan sel kita berkurang, bisa juga dikarenakan penambahan usia. Misalnya ada bantalan di tulang belakang yang kempis sebelah, sehingga tulang belakangnya miring dan terjadi skoliosis," jelasnya.

Kemudian, dr Heka menyebutkan semua orang bisa saja terkena skoliosis, terutama pada pasien-pasien yang memiliki anggota keluarga yang mengalami skoliosis juga. Terlebih dengan masalah kongenital, yakni kondisi bawaan lahir di mana pembentukan di dalam kandungan kurang baik.

"Berhubungan dengan proses degeneratif, bisa dialami semua orang bisa kena terutama pada wanita. Jadi wanita-wanita yang memang gemuk misalnya atau enggak pernah olahraga misalnya, itu rentan sekali terkena skoliosis yang berhubungan dengan degeneratif," ucapnya.

Adapun dampak dari skoliosis adalah tubuh menggunakan energi lebih banyak saat melakukan aktivitas karena ototnya tidak seimbang, sehingga pengidap skoliosis pun mudah merasa capek dan pegal. Skoliosis juga bisa membuat pernafasan menjadi sesak jika terjadi di area sebab menghimpit paru-paru.

Selain itu, skoliosis dapat mempercepat degenerasi tulang belakang yang pada dasarnya memang wajar terjadi seiring bertambahnya usia. Lebih dari itu, skoliosis yang tidak diatasi dengan baik berpotensi meningkatkan potensi terjadinya saraf kejepit yang dapat menimbulkan rasa sakit di pinggang menjalar ke bokong, betis, dan kaki.

"Skoliosis meningkatkan risiko terjadi saraf kejepit. Kondisi ini bisa lebih parah dialami oleh orang yang sudah punya saraf kejepit." tuturnya.

Skoliosis yang berkelanjutan dapat mempercepat pengapuran tulang belakang, hingga menyebabkan saraf kejepit. Jika sudah terkena saraf kejepit, fungsi tubuh menjadi tidak maksimal dimana fungsi motorik terganggu, begitu juga iritasi pada saraf yang sangat mengganggu saat beraktivitas dan beristirahat.

Saraf kejepit juga bisa ditandai dengan rasa kesemutan, tertusuk, panas, hingga sensasinya hilang karena saraf rusak.

Cara Mengatasi Skoliosis dan Saraf Kejepit

Untuk mengatasi Skoliosis, dr Heka mengatakan sebenarnya yang paling penting adalah olahraga, terutama pada otot inti di tengah tubuh agar kuat dan mampu menopang tulang belakang dengan seimbang.

"Yang paling penting adalah kita mampu beradaptasi dengan keadaan skoliosisnya. Gimana caranya? Salah satunya dengan tadi itu olahraga, core muscles-nya itu kuat," imbuhnya.

"Jadi jika ototnya kuat, postur kita baik, risiko terjadinya skoliosis yang berhubungan dengan degenerasi akan rendah," tambahnya.

Hal itu akan menurunkan potensi terjadinya skoliosis, terutama skoliosis degeneratif, yang berhubungan dengan penurunan fungsi. Namun, skoliosis idiopatik, neuromuskular, dan kongenital sulit untuk dicegah.

Dengan olahraga, pengidap skoliosis dapat beradaptasi dengan keadaan agar keluhan seperti pegal dan tidak nyaman berkurang. Meski tulang belakang miring, tidak mengganggu fungsi tubuh.

Jika saraf sudah terjepit, maka ada beberapa tahapan, di antaranya fisioterapi, seperti senam rutin dan latihan core muscle untuk mengurangi keluhan. Upaya ini dilakukan sampai tiga bulan, jika tidak ada perubahan maka perlu dilakukan intervensi.

"Intervensinya dengan pakai jarum saja, di-radio frekuensi istilahnya, membunuh tempat yang terjepit, matikan sarafnya sedikit jadi rasa sakitnya berkurang. Ada yang dilaser bantalannya atau bisa dilakukan operasi kalau memang kejepitnya berat," katanya.

Berbeda dengan penangan bedah konservatif, saat ini ada endoskopi untuk melakukan operasi di daerah tulang belakang. Operasi endoskopi menggunakan kamera dan alat lain yang berukuran kecil untuk menangani saraf kejepit. Cara ini memiliki luka minimal dan risiko operasi yang relatif kecil, sehingga penyembuhannya cepat.

Sementara untuk penanganan skoliosis, pada level ringan hingga moderat pada usia masih pertumbuhan, bisa dipakaikan brace skoliosis. Alat ini merupakan kerangkeng badan yang menekan titik bengkok tulang belakang agar tidak bertambah.

Lebih lanjut, ia menerangkan intervensi tersebut membantu membentuk tulang belakang mendekati normal, sehingga diharapkan dengan bentuk yang mendekati normal ini keluhannya berkurang, fungsinya tubuh bagus, energi yang dipakai juga efisien jadi pasien juga enggak gampang capek.

Berbeda halnya jika sudah dewasa melewati masa pertumbuhan. Selama keluhan ringan hingga moderat tidak perlu diberikan brace tetapi lebih ke olahraga inti otot untuk mengurangi keluhan.

"Paling tidak dengan kita olahraga berenang, yoga, pilates, gymnastic itu olahraga yang meningkatkan core muscles," ujarnya.

Bagi pengidap skoliosis yang ingin menangani skoliosis maupun syaraf kejepit, Rumah Sakit Royal Progress memiliki layanan untuk mengatasi kondisi itu. Tahapan penanganan skoliosis di RS Skoliosis diawali dengan melakukan melakukan pengecekan dengan Adam's forward bending test dan X-Ray Skoliosis.

"Jika dicurigai ada skoliosis dari kecil, maka pasanglah alat namanya skoliosis brace. Diharapkan dengan skoliosis brace ini derajat yang ada tidak bertambah. Kalaupun nambah sedikit banget. Itu bisa kita lakukan pada skoliosis mild to moderate sampai 40 derajat," jelasnya.

"Kalau misalnya saat dideteksi ternyata derajatnya sudah di atas 40 derajat, operasi. Kenapa? Makin muda ketahuannya dan makin besar sudut saat diketahuinya, itu risiko terjadi penambahan sampai akhirnya jadi berat itu tinggi sekali," ucapnya.

Sedangkan bagi yang sudah berusia di atas 20 tahun, akan dihitung derajatnya. Jika di atas 40 derajat perlu dioperasi, tetapi kurang dari itu disarankan untuk banyak berolahraga, terutama pada penguatan otot inti.

"Jadi waktu tua ototnya masih kuat, kalau ototnya kuat keluhannya sedikit walaupun bengkok. Jadi cut off point-nya 40 derajat tadi. Di atas 40 derajat operasi, di bawah 40 derajat kita masih bisa adaptasi dengan tadi meningkatkan kekuatan core muscles," imbuhnya.

Penanganan Skoliosis dan Saraf Kejepit di RS Royal Progress

RS Royal Progress sendiri sudah memiliki sistem dalam penanganan skoliosis dan saraf kejepit. Pertama akan melakukan diagnosis terlebih dahulu. Lalu, bertemu dengan dokter untuk mengecek fisik, kemudian dilakukan X-Ray untuk mengetahui berapa sudut kebengkokan tulang belakang agar diketahui level skoliosis.

"Kalau misalnya mild to moderate, usianya masih muda, (bisa) pasang brace. Kalau usianya sudah matang, sudah berhenti pertumbuhannya, kita udah nggak guna pasang brace. Kita suruh fisioterapi, latihan yang yang benar, olahraga yang benar, kemudian di-follow up tiap bulan, keluhannya bagaimana? Kalau selama tiga bulan, empat bulan, keluhannya masih menetap, silahkan operasi. Tapi kalau membaik lanjutin olahraganya," terangnya.

Sedangkan penanganan saraf kejepit di RS Royal Progress diawali dengan diagnosis terlebih dahulu. Jika dicurigai ada saraf kejepit maka akan dilakukan X-Ray dan Magnetic Resonance Imaging (MRI) untuk melihat bagian yang terjepit beserta penyebabnya.

Apabila saraf yang terjepit mencapai 50 persen dari ruangan saraf tertutup, maka tindakannya adalah operasi, Namun, jika kurang dari itu bisa melakukan olahraga, fisioterapi, konsumsi obat, dan posturing selama tiga bulan sebelum akhirnya dioperasi jika tidak membaik.

"Di Royal kita punya timnya. Jadi boleh dibilang enggak perlu kemana-mana, istilahnya center of excellence. Begitu datang ke sini, selesai," pungkasnya.




(ncm/ega)

Berita Terkait