Kematian Tragis Pengidap Polio, Meninggal karena Mati Listrik di Paru-paru Besi

Round Up

Kematian Tragis Pengidap Polio, Meninggal karena Mati Listrik di Paru-paru Besi

Suci Risanti Rahmadania - detikHealth
Selasa, 12 Des 2023 06:30 WIB
Kematian Tragis Pengidap Polio, Meninggal karena Mati Listrik di Paru-paru Besi
Dianne Odell, wanita yang hidup di paru-paru besi selama 60 tahun (Foto: AP Photo/The Tennessean, John Partipilo)
Jakarta -

Penanganan polio saat ini sudah jauh lebih baik dibandingkan pada saat pertama kali ditemukan. Penyakit yang menyerang sistem motorik di sumsum tulang belakang ini bisa membuat pengidapnya sangat sulit bernapas sendiri.

Seperti halnya yang dialami Dianne Odell, wanita di Tennessee, AS, yang hidup dengan paru-paru besi selama 60 tahun karena polio. Ia meninggal dunia di usia 61 tahun akibat tak bisa bernapas saat mati listrik, yang membuat alat penopang hidupnya itu tak berfungsi.

Dikutip dari LA Times, pada tahun 2008 tepatnya bulan Mei, terjadi badai petir yang mematikan listrik di rumahnya. Hal ini menyebabkan mesin logam besar yang telah membantu Dianne bernapas selama hampir 60 tahun itu berhenti bekerja.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kejadian itu terjadi sekitar jam 3 pagi ketika listrik padam di rumah Dianne di Jackson, sebuah kota kecil di Tennessee sekitar 90 mil timur laut Memphis.

Segala upaya telah dilakukan oleh keluarganya untuk menolong Dianne, termasuk upaya menggunakan generator darurat. Akan tetapi, pertolongan tersebut tetap tidak dapat mempertahankan pernapasannya lantaran generator darurat mereka tidak berfungsi.

ADVERTISEMENT

Walhasil, ayah dan saudara ipar Dianne mencoba memompa paru-paru besi secara manual sebagai upaya terakhir dan putus asa untuk memasukkan udara ke dalam paru-paru Dianne. Namun lagi-lagi, pemberian tindakan ini juga gagal dan membuat kondisi Dianne semakin kritis. Dianne kemudian dinyatakan meninggal dunia beberapa menit kemudian.

Sejak awal, orang tua Dianne, Freeman dan Geneva Odell, bertekad merawatnya di rumah, meski seluruh tubuhnya terbungkus dalam ruangan logam berbentuk silinder. Hanya kepalanya yang menjulur ke luar.

Dia berbaring telentang saat paru-paru logam menghasilkan tekanan positif dan negatif yang memungkinkan paru-parunya mengembang dan berkontraksi.

Di sisi lain, orang tua Dianne juga khawatir akan pemadaman listrik. Ayahnya Dianne, seorang veteran Perang Dunia II, memasang generator di halaman belakang sebagai sistem tenaga cadangan.

"Rasanya seperti mempunyai anak yang sakit dan tidak kunjung membaik," kata Will Beyer, saudara iparnya.

"Tetapi dia adalah orang yang sangat unik, dan keluarganya mengurus semua kebutuhannya," lanjutnya lagi.

Dokter pada saat itu juga sempat memberitahu orang tua Dianne bahwa umurnya tidak akan lama lagi. Namun karena semangatnya yang luar biasa untuk menjalani hidup, ia berhasil lulus SMA, mengambil kuliah, bahkan menulis buku dari dalam kompartemen yang tertutup rapat dan kedap udara.

Selain polio, beberapa tahun sebelum meninggal, Dianne juga memiliki riwayat stroke ringan.

NEXT: survivor polio lain dengan paru-paru besi

Tak cuma Dionne, seorang pria di Amerika Serikat bernama Paul Alexander (77) juga harus bertahan hidup dengan paru-paru besi lantaran terinfeksi polio sejak berusia 6 tahun. Pria yang dijuluki 'Polio Paul' itu menjadi manusia terakhir di dunia yang hidup dengan paru-paru besi.

Kisah Paul harus hidup dengan paru-paru besi dimulai pada tahun 1952. Bercerita kepada The Guardian, kala itu dia tiba-tiba merasa tidak enak badan dan lehernya kaku saat bermain di luar. Kemudian dia mulai mengalami demam.

Hari-hari pertama dia hanya berbaring di tempat tidur orang tuanya sambil mewarnai. Lima hari setelahnya, kondisi Paul memburuk, bahkan dia tak bisa lagi memegang krayon, berbicara, menelan bahkan batuk.

Orang tuanya kemudian membawanya ke rumah sakit khusus pasien polio. Namun saat itu rumah sakit tak bisa langsung merawatnya karena fasilitas kesehatan tersebut penuh dengan anak-anak yang sakit karena polio.

Beruntung ada dokter lain yang melihatnya. Segera setelah itu dan melakukan trakeostomi darurat sebelum mengeluarkan cairan yang menumpuk di paru-parunya.

"Hal berikutnya yang saya ingat, saya sudah ada di dalam paru-paru besi," kenang Alexander.

Kini, di usianya yang ke 77 tahun, ia menjadi salah satu orang terakhir di dunia yang masih menggunakan paru-paru besi, dan ia hampir secara eksklusif mengandalkan paru-paru tersebut untuk bernapas. Paul juga selamat dari wabah mematikan baru, hidup di tengah pandemi COVID-19, meski tergolong sangat rentan terhadap virus tersebut.

"Tidak peduli dari mana Anda berasal atau apa masa lalu Anda, atau tantangan yang mungkin Anda hadapi. Anda benar-benar dapat melakukan apa saja. Anda hanya perlu memutuskannya, dan bekerja keras," tandas Paul, dalam wawancara dengan pembuat film Mitch Summers pada tahun 2020.

Sejarah paru-paru besi untuk polio

Dikutip dari Science Museum, poliomyelitis (polio) menjadi epidemi di seluruh Eropa dan Amerika Utara, mencapai puncaknya di Amerika Serikat pada tahun 1952, dengan 57.628 kasus dalam satu tahun.

Salah satu gejala polio akut yang paling parah adalah kelumpuhan otot. Jika kelumpuhan mempengaruhi otot dada, pasien tidak dapat bernapas tanpa bantuan dan kemungkinan bisa meninggal. Para peneliti kemudian beralih ke teknologi sebagai cara untuk menjaga pasien-pasien ini tetap hidup.

Peneliti dari Harvard University, Philip Drinker dan Louis Agassiz Shaw kemudian menciptakan sebuah alat yang bisa digunakan untuk 'menghidupkan' kembali paru-paru atau dijuluki paru-paru besi. Alat bantu pernapasan ini bekerja dengan cara mendorong udara ke dalam paru-paru melalui metode pernapasan buatan yang disebut dengan Ventilasi Tekanan Negatif Eksternal (ENPV).

Alat tersebut menyedot udara keluar dari kapsul tempat pasien. Ketika tekanan udara di dalam kapsul turun, paru-paru pasien secara otomatis mengembang, menarik udara segar ke dalam diafragma.

Ketika alat penghembus memungkinkan udara kembali masuk ke dalam kapsul, tekanan udara meningkat dan paru-paru pasien mengempis secara pasif, sehingga mendorong udara keluar.

Paru-paru besi pun menjadi ciri bangsal polio pada pertengahan tahun 1900-an. Pada tahun 1939, sekitar 1.000 paru-paru besi digunakan di AS.

Halaman 2 dari 2
(suc/kna)

Berita Terkait