Memasuki masa pemilu, tidak sedikit orang yang rentan mengalami gangguan kesehatan jiwa. Menurut psikiater dr Lahargo Kembaren, SpKJ, keluhan yang kerap dilaporkan adalah perasaan stres hingga cemas.
Tidak hanya masyarakat, tetapi tentu calon legislatif yang gagal, panitia pemilihan, pemungutan suara, sampai kelompok penyelenggara pemungutan suara juga bisa mengalaminya saat kondisinya berada di fase kelelahan. Akibatnya, kesehatan fisik dan jiwa mereka menurun.
"Tim sukses dan masyarakat yang terlalu fanatik dengan calonnya sehingga terjadi konflik yang menjadi stressor, atau pemicy stres," terangnya dalam keterangan tertulis yang diterima detikcom Kamis (14/12/2023).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
dr Lahargo juga menyebut tidak jarang terjadi konflik antara lingkungan terdekat hanya karena perbedaan pandangan semasa pemilu.
Ada dua bentuk stres yakni positif atau eustress, membuat seseorang menjadi lebih baik, sementara yang kedua bersifat negatif yakni distress, menyebabkan penurunan produktivitas seseorang sehari-hari.
dr Lahargo mengimbau masyarakat termasuk yang terlibat dalam proses pemilu mewaspadai gejala awal yang mengarah ke gangguan kesehatan jiwa. Bisa mengganggu fisik, kognitif, emosi, sampai mengubah perilaku.
Saat kognitif terganggu, seseorang yang mengalami stres umumnya mengalami masalah memori, sulit berkonsentrasi, membuat keputusan yang buruk, sampai rasa cemas yang tak kunjung hilang.
Sementara gejala pada emosi biasanya dimulai dengan mood yang labil, seperti mudah emosi, marah, hingga tersinggung. Mereka juga sering merasa gelisah dan tidak bisa tenang, bahkan di keramaian kerap merasa seperti sendirian dan terisolasi.
Gangguan jiwa juga bisa berdampak buruk pada fisik. Gejala yang muncul meliputi:
- Gatal, nyeri di berbagai bagian tubuh
- Diare atau sulit buang air besar
- Mual dan pusing
- Nyeri dada dan jantung berdebar
- Hasrat seksual yang menurun
- Terasa dingin di ujung jari.
(naf/up)











































