Seiring cuaca panas ekstrem yang melanda, Indonesia juga kini menghadapi kenaikan kasus COVID-19. Lantas dengan situasi saat ini, apakah artinya masyarakat lebih berisiko mengalami paparan varian EG.5 yang disebut-sebut menjadi 'biang kerok' gelombang COVID di RI kali ini?
Perihal kenaikan kasus COVID-19, mengacu pada data harian Kementerian Kesehatan RI melalui laman infeksi emerging, tercatat ada 243 kasus baru pada Senin (18/12). Sementara total kasus aktif tercatat ada 2.204, dibarengi dengan dua kasus kematian dan 116 kasus sembuh.
"COVID ini sendiri masih banyak misterinya. Kalau ditanya cuaca, di daerah dingin juga ada COVID. Ini panas, dulu dikatakan karena di daerah dingin COVID-nya banyak sekali dan gampang sekali menular. Ternyata nggak. Begitu Omicron, di kita cepat sekali penularannya " ujar Ketua Perhimpunan Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI) Dr dr Sally Aman Nasution, SpPD-KKV, FINASIM, FACP, saat ditemui detikcom di Jakarta Pusat, Senin (19/12/2023).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"EG.5 ini di kita dilihat ternyata cepat, karena dia masih anaknya Omicron, turunannya. Jadi menurut saya, sama saja. Karena sekarang di Eropa dan Amerika juga COVID naik. Kembali lagi, pencegahannya, menjaga kebersihan, memakai masker, dan vaksin untuk melindungi antibodi dan daya tahan tubuh kita," imbuhnya.
Di samping risiko COVID-19, dr Sally menyoroti kenaikan kasus penyakit demam berdarah dengue (DBD) dan tipes akibat cuaca panas ekstrem. Menurutnya, kedua penyakit tersebut meningkat jumlah kasusnya beberapa waktu terakhir.
"Dengan cuaca seperti ini banyak penyakit yang bisa muncul. Terutama penyakit virus. Influenza itu kan virus. Kemudian virus yang bisa menyebabkan diare dan gangguan pencernaan itu banyak sekali. Belum lagi yang banyak dengue, itu kan virus juga. Nanti gangguan pencernaan seperti tipes itu juga banyak saat ini," pungkas dr Sally.
(vyp/naf)











































