Banyak anak artis hingga pejabat yang terseret kasus bullying, bahkan menjadi pelaku. Teranyar, anak presenter kondang Vincent Rompies ikut terbawa dalam kasus perundungan di salah satu SMA Tangerang Selatan.
Tidak sedikit warganet yang kemudian menganggap anak dari kelompok tersebut kerap melakukan penindasan. Hal ini kemudian memicu pertanyaan apakah memang pelaku bullying nyaris selalu berasal dari anak yang merasa memiliki kekuasaan?
Praktisi psikologi anak lulusan Universitas Indonesia, Aninda, SPsi, MPsi, menjelaskan sebenarnya risiko yang sama bisa menimpa anak dari kelompok manapun.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Hanya saja karena kasus sekarang kebetulan terduga pelakunya adalah anak pejabat atau anak artis makanya hal ini ramai diperbincangkan. Tawuran antar sekolah kerap terjadi, berantem antar geng ada setiap hari," terang Aninda saat dihubungi detikcom Selasa (20/2/2024).
"Perilaku bullying ini bisa dilakukan oleh siapapun, dari strata sosial apapun. Karena kembali lagi, yang menentukan perilaku bullying ini terjadi bukan anak siapanya, tapi bagaimana cara didiknya," sambung dia.
Aninda menyebut sikap anak saat di rumah bisa terbilang 'manis' karena ingin mendapatkan perhatian dari orangtua. Sementara di luar rumah, bergantung pada lingkup sosial, sejumlah anak mencoba menyesuaikan diri untuk merasa 'setara' dengan kelompok lain agar keinginan perhatian mereka juga terpenuhi.
Jika berada di lingkup yang salah, tentu bisa berakhir negatif seperti perkelahian, penggunaan alkohol, hingga perilaku lain yang merugikan anak. Dalam sisi ini, sebaiknya orangtua sering atau intens melakukan dan membuka komunikasi.
NEXT: Faktor kedekatan orang tua dan anak
Kedekatan antara orangtua dan anak bisa menjadi pemicu utama mereka mencari perhatian lebih banyak di luar rumah.
"Saat tahu anak menjadi pelaku bullying penting bagi orangtua untuk memanggil anak dan berbicara serius dengannya. Berkomunikasi dengan baik, menanyakan anak mengapa melakukan hal demikian," tegasnya.
"Mencari informasi fakta sebanyak-banyaknya dari pihak-pihak yg terlibat. Perlu juga ortu pahami terkadang perilaku anak yang terlihat di rumah. Ini karena penanaman nilai moral yang mungkin kurang selain empati, nilai moral meliputi: kemampuan membedakan benar-salah, kemampuan memiliki kendali sebelum bertindak, menghargai orang lain, kebaikan, toleransi, dan keadilan," sebut dia.
"Hubungan antara ortu-anak yang mungkin tidak terlalu dekat, pendidikan agama di rumah yang mungkin kurang, hingga adanya paparan negatif dari lingkup sosial," pungkasnya.











































