Direktur Registrasi Pangan Olahan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM RI) Sintia Ramadhani ikut menanggapi usulan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO Indonesia) terkait pelarangan lemak trans di pangan olahan demi menekan kasus penyakit tidak menular (PTM).
Lemak trans dianggap sebagai jenis lemak paling berbahaya karena menaikkan LDL (kolesterol jahat) dan menurunkan HDL (kolesterol baik). Lemak trans dianggap lebih berbahaya dari lemak jenuh, karena lemak jenuh hanya menaikkan LDL tetapi tidak mempengaruhi HDL.
Akibatnya, lemak trans menambah risiko penyakit jantung koroner (PJK) dengan penyumbatan pembuluh darah. Penyakit jantung koroner merupakan salah satu pembunuh nomor satu di Indonesia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Terkait hal ini BPOM perlu melakukan pengkajian terlebih dahulu jadi tidak bisa langsung diputuskan untuk langsung dilarang, analisis YLKI ini akan jadi bahan masukan dan bahan pertimbangan kami dalam mengeluarkan sebuah aturan" tutur Sintia kepada detikcom Kamis (22/2/2024).
"Jadi nanti akan ada forum komunikasi publik, di mana di situ akan dilibatkan seluruh komponen, baik itu stakeholder maupun masyarakat, dan dalam forum tersebut akan didapatkan konsensusnya seperti apa," sambungnya.
Namun, pihaknya menegaskan BPOM RI bersama dengan pemerintah tengah mengupayakan perubahan untuk perbaikan pembatasan gula, garam, lemak, pada pangan olahan Indonesia. Termasuk kemungkinan perubahan format pencantuman informasi nilai gizi.
Sintia belum bisa memastikan apakah lemak trans akan ikut dibahas dalam pengetatan nilai gizi tersebut. Aturan gula, garam, lemak sejauh ini ikut dibahas dalam Rancangan Peraturan Pemerintahan (RPP), salah satu poin yang rencananya diterapkan adalah penerapan cukai dalam minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK).
"Yang jelas kalau di BPOM RI telah dilakukan pembahasan terkait peraturan untuk membatasi penggunaan gula, garam dan lemak sejalan dengan kebijakan pmerintah yakni untuk menurunkan prevalensi penyakit tidak menular " tutur dia.
"Akan ada perubahan informasi nilai gizi, dan sesuai diskusi tadi, apakah lemak trans akan masuk di dalamnya, nah itu akan kita bahas," sambungnya.
BPOM RI sejauh ini sudah mengatur pencantuman nilai gizi lemak, seperti lemak nabati dan lemak hewani. Pihaknya fokus pada keamanan pangan yang dikonsumsi masyarakat.
Bila masyarakat menemukan produk pangan tidak sesuai dengan ketentuan, bisa segera melapor ke kanal pengaduan BPOM seperti:
Halo BPOM 1500333
Aplikasi BPOM Mobile
SP4N Lapor!
Sintia mengimbau masyarakat untuk ikut terlibat dalam pengawasan pangan yang beredar di Indonesia.
(naf/kna)











































