Direktur Utama BPJS Kesehatan Prof Ali Ghufron Mukti mengaku belum bisa memastikan kapan persisnya implementasi Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) dijalankan, yang semula diwacanakan Januari 2025. Pihaknya menekankan masih menunggu kebijakan dari uji coba yang sebelumnya berjalan di sejumlah rumah sakit (RS).
"Nanti ditunggu aja kan kebijakannya belum ada," terang Prof Ghufron saat ditemui detikcom di Nusa Dua, Bali, Jumat (6/3/2024).
Prof Ghufron menyebut BPJS Kesehatan masih mengkaji penerapan tersebut dengan sejumlah stakeholder, termasuk antara kementerian.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kita ada terus komunikasi BPJS dengan Dewas, dengan kementerian, komunikasi bagus sekali, kita sudah rapat khusus, banyak hal, tidak hanya KRIS," sambung dia.
Sempat ramai soal wacana penerapan KRIS yang kemudian membuat besaran iuran peserta kelas 1, 2, hingga 3 bakal disamakan. Prog Ghufron jelas menentang wacana tersebut lantaran dinilai melanggar asas gotong royong dari asuransi sosial.
"Itu salah. Artinya gotong royong itu orang kaya bantu orang miskin, muda bantu yang tua, yang sehat bantu yang sakit," bebernya.
Ghufron minta agar tetap ada rawat inap dengan menerapkan kelas. Dia khawatir jika tidak ada kelas rawat inap. Sebab yang akan menikmati rawat inap tersebut hanya kelas ekonomi tertentu. "Jangan sampai BPJS Kesehatan yang sudah on the right track kemudian orang tidak paham lalu mengubah ke arah yang tidak jelas, yang menyalahi asas goton royong. Banyak negara yang sudah mau belajar dengan Indonesia," ujarnya.
Beberapa waktu lalu, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyebut regulasi KRIS diharapkan selesai dalam waktu dekat. Disiapkan peraturan presiden soal jaminan kesehatan yang ditargetkan selesai bulan ini.
"Sekarang kita ada PP-nya yang sekarang kita tunggu di Presiden. Kami harapkan seharusnya bulan-bulan ini selesai," ungkap Menkes saat ditemui beberapa waktu lalu.
(naf/up)











































