Cerita Bos BPJS Kesehatan Ditanya Jokowi 2 Kali soal Kenaikan Iuran

Cerita Bos BPJS Kesehatan Ditanya Jokowi 2 Kali soal Kenaikan Iuran

Nafilah Sri Sagita K - detikHealth
Rabu, 13 Mar 2024 10:05 WIB
Cerita Bos BPJS Kesehatan Ditanya Jokowi 2 Kali soal Kenaikan Iuran
Direktur Utama BPJS Kesehatan Prof Ali Ghufron Mukti. (Foto: Nafilah Sri Sagita K/detikHealth)
Jakarta -

Kabar kenaikan iuran program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) mencuat di tengah kekhawatiran menipisnya surplus BPJS Kesehatan. Direktur Utama BPJS Kesehatan Prof Ali Ghufron Mukti bercerita Presiden Joko Widodo sempat menanyakan soal kemungkinan diperlukannya kenaikan iuran BPJS, bahkan hingga dua kali.

"Ini Pak Jokowi sebagai contoh sudah nanya kepada saya, 'Sudah siap atau perlu dinaikkan nggak?'. Ya saya jawab, 'kalau dinaikkan yang lebih bagus'. Ini dia nanya dua kali, di Jawa Tengah dan Tebing Tinggi, Sumatera," beber Prof Ghufron saat ditemui di Nusa Dua, Bali, baru-baru ini.

Prof Ghufron menyebut kenaikan iuran sebetulnya bisa mendorong berbagai aspek perbaikan layanan kesehatan secara signifikan di masa mendatang.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Yang jelas BPJS lebih senang kalau iuran naik. Kenapa? Bisa terhindar dari defisit, bisa bayar rumah sakit, kualitasnya lebih meningkat lagi," lanjutnya.

Namun, kebijakan kenaikan iuran ini tentu perlu diperhitungkan lebih jauh. Terlebih, konsep utama asuransi sosial BPJS Kesehatan adalah berbasis asas gotong royong.

ADVERTISEMENT

Ia menekankan banyak masyarakat yang memang belum mampu membayar iuran secara mandiri. "Kita juga paham, kemampuan masyarakat terbatas. Jadi memang yang kaya itu harusnya bayar iuran lebih banyak, di tempat kita masih ya belum terlalu begitu. Ada tapi belum proporsional," beber Prof Ghufron.

Meski begitu, di satu sisi, kebijakan kenaikan iuran BPJS Kesehatan bukan satu-satunya jalan untuk mengatasi risiko potensi defisit berjalan. Berbagai strategi bisa dilakukan termasuk upaya cost sharing.

"Kita punya banyak cara. Ilmu saya belum dikeluarkan (semua). Kenaikan iuran bukan satu-satunya strategi, cuma kalau iuran dinaikkan ya kita senang," tandasnya.

"Jadi kita cari solusi yang pas," beber dia.

Besaran klaim BPJS Kesehatan di satu tahun terakhir juga terpantau meningkat. Menurutnya, hal ini dilatarbelakangi peningkatan pengguna BPJS Kesehatan di masyarakat.

"Kepercayaan masyarakat yang meningkat tajam, masyarakat yang dulu tidak mau pakai, sekarang pakai," lanjut dia.

"Tahun ini ada tambahan 45 triliun. Tambahan saja 45 triliun belum yang dibayarkan," sambungnya.

Besaran klaim di 2022 sekitar Rp 113 triliun, sementara di 2023 meningkat menjadi Rp 158,8 triliun.

Soal strategi lain, Prof Ghufron juga menyinggung kebijakan banyak negara yang melakukan cost sharing.

Prof Ghufron menyebut diperlukan solusi yang ideal untuk menjawab risiko defisit berjalan. Namun, hal ini juga memerlukan pertimbangan lebih lanjut dari kesiapan masyarakat terkait besarannya.

"Warga Indonesia yang nunggak kan kena denda saja, langsung teriak-teriak," katanya.

NEXT: Rencana Cost Sharing

Menurutnya, ada banyak strategi yang bisa dilakukan untuk mencegah risiko potensi defisit berjalan. Salah satu yang juga disorot adalah kebijakan di hampir seluruh negara yang melakukan cost sharing alias berbagi biaya antara BPJS Kesehatan dengan pasien atau keluarganya.

"Coba liat di Australia, setiap beli ada obat ada copayment, di Jepang setiap RS 30 persen, di Korea bayar, range-nya harga 20 hingga 30 persen," jelas Prof Ghufron.

"Kita sampaikan laporan persentase, kalau presiden lama mau naikkan ya bagus-bagus saja kita lebih senang, cuma masyarakatnya lebih senang atau nggak? Itu kan persoalan lain," pungkasnya.

Halaman 2 dari 2


Simak Video "Video: Ombudsman Dukung Pemerintah soal Pemutihan Tunggakan BPJS Kesehatan"
[Gambas:Video 20detik]
(naf/naf)

Berita Terkait