Ada waktu saat seseorang merasa tubuhnya tidak lagi kuat berpuasa, sehingga memutuskan untuk membatalkannya. Namun, banyak pula di antara mereka yang sebetulnya masih dalam kondisi diperbolehkan melanjutkan berpuasa alias keluhan yang dialami tidak sedang dalam membahayakan.
Sebetulnya dalam kondisi apa seseorang benar-benar boleh membatalkan puasa?
Habib Husein Ja'far Al Hadar menyebut membatalkan puasa diperbolehkan saat terjadi daruat syariah. Artinya, dokter menyebut yang bersangkutan tidak memungkinkan menjalani puasa seharian penuh.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saat dalam kondisi ini, meskipun sakitnya di jam 5 sore mendekati waktu berbuka, segeralah berbuka, tidak usah sampai menunggu azan magrib, karena sekecil saja kebaikan, nggak ada ruginya, meskipun Anda berbuka di jam 5 tetap Allah SWT hitung pahalanya seperti berpuasa seharian," tutur Habib Jafar dalam webinar Ngabuburit dan Tausiyah Jaga Amanah Tanpa Amarah, di Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Jakarta Timur, Kamis (14/3/2024).
Namun, Habib Jafar berpesan untuk tidak 'self diagnosis' atau menerka-nerka penyakit yang dialami sendiri sehingga memutuskan untuk berbuka puasa. Bila mengeluhkan sakit, sebaiknya segera berkonsultasi dengan dokter untuk mengetahui apakah memungkinkan untuk melanjutkan puasa atau sebaliknya.
"Jangan pernah self diagnosis, saya nggak puasa saja deh sakit, bukan begitu, ada yang menentukan boleh atau tidak boleh, itu yang menentukan dokter, kecuali kalau memang Anda memiliki misalnya riwayat sakit maag dan sudah tahu tanda-tanda bahayanya, itu dipersilakan," tuturnya.
"Tapi kembali lagi, saat sakit, yang menentukan lanjut puasa atau tidaknya adalah dokter, bukan kita," beber Habib Jafar.
(naf/kna)











































