Bupati Manggarai Herybertus GL Nabit melakukan pemecatan pada 249 tenaga kesehatan (nakes) non-aparatur sipil negara (ASN). Pemecatan tersebut dilakukan setelah sebelumnya ratusan nakes melakukan unjuk rasa menuntut perpanjangan Surat Perintah Kerja (SPK) dan kenaikan gaji agar setara dengan upah minimum kabupaten (UMK).
"249 (nakes non-ASN yang dipecat), rata-rata ikut demo mereka," ungkap Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Manggarai Bartolomeus Hermopan pada Selasa (9/4/2024) dikutip dari detikBali.
Sebelumnya sekitar 300 nakes non ASN melakukan unjuk rasa di Kantor Bupati Manggarai, Nusa Tenggara Timur pada 12 Februari 2024. Aksi kedua yang dilakukan oleh nakes dari 25 puskesmas tersebut kembali dilakukan di DPRD Manggarai pada 6 Maret 2024.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain menuntut kenaikan gaji dan perpanjangan SPK, mereka juga meminta kenaikan tambahan penghasilan (tamasil) dan penambahan kuota seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) 2024.
Selama ini, para nakes non-ASN yang bekerja di Kabupaten Manggarai hanya menerima upah sejumlah Rp 400 ribu hingga Rp 600 ribu per bulan. Mereka menilai, jumlah upah yang diterima tersebut tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka.
Bartolomeus menuturkan tidak ada nakes non-ASN baru yang diberikan SPK oleh Bupati Manggarai. Nakes non-ASN yang menerima perpanjangan SPK adalah mereka yang sudah bertahun-tahun bekerja.
"Tidak memperpanjang SPK untuk 2024 mulai April. Dengan tidak diperpanjang itu, ada kemungkinan tidak bekerja lagi," ungkap Bartolomeus.
Sementara itu, Bupati Manggarai Herybertus menuturkan bahwa ia sebenarnya tidak pernah berniat untuk melakukan pemecatan ratusan nakes non-ASN tersebut. Herybertus mengaku awalnya ia hanya tidak memperpanjang SPK nakes honorer tersebut. Namun, aksi unjuk rasa yang dilakukan di DPRD Manggarai mengubah keputusan tersebut.
Ia mengklaim sejak tahun lalu Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Manggarai sejak tahun sudah berusaha untuk mempertahankan nakes non-ASN. Menurutnya, keberadaan nakes sangat dibutuhkan untuk memastikan tercapainya target pembangunan di bidang kesehatan.
"Di sisi lain, Pemkab tidak ingin angka pengangguran meningkat tajam yang akan berdampak pada banyak hal," kata Herybertus.
Ratusan nakes non-ASN yang dipecat itu kemudian menyampaikan permohonan maaf. Mereka juga meminta kepada Bupati Manggarai agar bisa kembali dipekerjakan.
"Kami minta maaf mungkin ada kata-kata yang tidak sopan pada saat ditemui wartawan pada saat wawancara. Mungkin ada tutur kata kami yang tidak berkenan," kata Koordinator Forum Nakes non ASN Elias Ndala.
NEXT: Kemenkes Buka Suara
Tanggapan Kemenkes
Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes Siti Nadia Tarmizi menuturkan bahwa proses pengangkatan nakes merupakan kewenangan dari setiap daerah. Prosesnya dilakukan sesuai dengan ketersediaan anggaran dan kebutuhan yang diperlukan oleh pemerintah setempat.
"Ini merupakan kewenangan daerah terkait pengangkatan nakes karena tergantung kebutuhan, prioritas, dan ketersediaan anggaran. Ada pertimbangan dari sisi evaluasi kinerja ataupun efektivitas nakes yang mungkin terlalu banyak," kata Nadia pada detikcom, Jumat (12/4/2024).
"Selain itu, gaji yang dibayarkan tidak sesuai sehingga pertimbangan-pertimbangan ini diambil. Untuk menyesuaikan dengan kondisi tersebut, tetapi diiringi dengan kinerja yg diharapkan," tambahnya lagi.
Ia berkata bahwa Kemenkes sebenarnya telah menetapkan standar nakes di puskesmas dan rumah sakit di seluruh Indonesia. Standar yang sudah ada diharapkan bisa diterapkan dengan baik oleh setiap pemerintah daerah.
Hal ini tentu saja sangat penting agar kualitas layanan serta kesejahteraan tenaga kesehatan yang bekerja dapat terjaga dengan baik.
"Kemenkes sudah membuat standar nakes di puskesmas dan rumah sakit, dan diharapkan dapat dipenuhi oleh daerah. Sesuai dengan tahapan kemampuan daerah," tandasnya.











































