Komentar IDI soal Heboh 300-an Calon Dokter Spesialis Depresi-Ingin Akhiri Hidup

Komentar IDI soal Heboh 300-an Calon Dokter Spesialis Depresi-Ingin Akhiri Hidup

Sarah Oktaviani Alam - detikHealth
Sabtu, 20 Apr 2024 06:00 WIB
Komentar IDI soal Heboh 300-an Calon Dokter Spesialis Depresi-Ingin Akhiri Hidup
Ilustrasi depresi. (Foto: Getty Images/kieferpix)
Jakarta -

Sebanyak 3,3 persen atau 399 calon dokter spesialis di RS vertikal dilaporkan mengalami depresi, bahkan sampai ingin mengakhiri hidup. Melihat ini, Ikatan Dokter Indonesia (IDI) mendesak agar pemerintah bisa segera menindaklanjuti laporan tersebut.

Ketua Umum IDI dr Adib Khumaidi mengatakan hal ini diperlukan untuk bisa memastikan kemungkinan penyebab depresi PPDS, hingga kondisi klinis atau diagnosis yang perlu ditegakkan psikiater.

Menurutnya, ada beberapa hal yang menjadi pemicu banyaknya PPDS yang depresi hingga ingin mengakhiri hidup. Salah satunya dipicu oleh jam kerja yang terlalu tinggi atau 'overwork'.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

dr Adib mengatakan sejauh ini belum ada waktu ideal yang secara resmi ditetapkan pemerintah terkait batas jam kerja para residen. Jika masalah ini tidak kunjung teratasi, bisa berpengaruh pada penanganan keselamatan pasien.

"Jam kerja yang terlalu tinggi menyebabkan waktu istirahat, makan, rehat, dan tidur yang kurang. Sehingga menurunkan daya tahan tubuh dan keselamatan pasien berkurang," tutur dr Adib dalam konferensi pers, Jumat (19/4/2024).

ADVERTISEMENT

Berdasarkan sejumlah riset, dr Adib menyebut rata-rata ada 41 hingga 76 persen PPDS yang mengalami burnout. Sementara tujuh hingga 56 persen mengalami depresi.

Jam Kerja Ideal

Pada kesempatan yang sama, Ketua Junior Doctors Network (JDN) Indonesia dr Tommy Dharmawan, SpBTKV, menjelaskan rata-rata jam kerja PPDS yang terbilang manusiawi yakni 80 jam dalam satu pekan. Itu terbilang cukup untuk meningkatkan kompetensi pada residen.

"Working hours yang terlalu berat akan membuat fatigue, lelah, depresi, tapi untuk mencapai kompetensi itu butuh jam terbang," jelasnya.

Meski begitu, hal tersebut perlu dikaji lebih lanjut dengan masing-masing kolegium untuk memenuhi pencapaian kompetensi tertentu yang diwajibkan dalam setiap program studi. Baik untuk spesialis maupun sub-spesialis.

Next: Gaji para calon dokter spesialis

Insentif Calon Dokter Spesialis

Faktor lainnya yang diduga menjadi penyebab depresi para calon dokter spesialis adalah masalah insentif atau gaji selama bekerja. dr Adib mengatakan Indonesia dinilai menjadi satu-satunya negara yang belum memberikan upah kepada PPDS selama bekerja.

Terkait ini, dr Tommy mengungkapkan regulasi gaji dokter magang perlu dilakukan. Menurutnya, selama ini banyak salah kaprah di masyarakat yang menilai dokter tidak perlu digaji karena dirasa sudah berkecukupan secara finansial. Nyatanya, itu jelas keliru.

"Padahal itu sudah ada di UU pendidikan kedokteran, PPDS itu harus digaji. Tidak digaji itu jadi sumber depresi, kalau nggak punya uang bagaimana dia bisa hidup? Bagaimana dia bisa membayar kebutuhan," terangnya.

"Ini juga bisa jadi titik poin bullying kepada juniornya, karena tidak punya uang, makan minta dibelikan, lapangan bola minta dibayarkan. Jadi, kita merekomendasikan kepada Kemenkes untuk RS vertikal ini diberikan gaji," lanjut dr Tommy.

Di negara tetangga, dr Tommy menyebut pemberian upah pada calon dokter spesialis selama bekerja berada di kisaran Rp 15 juta ke atas.

"Tentu saja Indonesia punya kearifan lokal sendiri, ada nilainya sendiri yang perlu diberikan," pungkasnya.

Halaman 2 dari 2


Simak Video "Video: IDAI Kasih Catatan soal Kebijakan Tunjangan Dokter di Daerah 3T"
[Gambas:Video 20detik]
(sao/naf)

Berita Terkait