RPP Kesehatan Segera Disahkan, Batas Jual Rokok 200 Meter dari Sekolah?

detikcom Leaders Forum

RPP Kesehatan Segera Disahkan, Batas Jual Rokok 200 Meter dari Sekolah?

Devandra Abi Prasetyo - detikHealth
Rabu, 29 Mei 2024 12:58 WIB
RPP Kesehatan Segera Disahkan, Batas Jual Rokok 200 Meter dari Sekolah?
Pembahasan pengendalian tembakau di detikcom Leaders Forum. (Foto: Ari Saputra/detikcom)
Jakarta -

Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Kesehatan sebagai aturan pelaksana Undang-Undang (UU) Kesehatan Nomor 17 Tahun 2023 yang akan mengatur soal pengamanan zat adiktif, yakni produk tembakau bakal segera disahkan Kementerian Kesehatan RI. Kabarnya, salah satu pasalnya akan mengatur zonasi penjualan rokok, minimal 200 meter dari sekolah.

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo), Roy Mandey, menyebut pada RPP Kesehatan tersebut terdapat pasal yang mengatur jarak penjualan rokok harus berada minimal 200 meter dari pusat pendidikan.

"Dalam RPP ini bahwa ada satu pasal karet yang mengungkapkan bahwa penjualan rokok harus ada jarak 200 meter dari pusat pendidikan," ujar Roy dalam detikcom Leaders Forum: Arah Industri Tembakau dan Pengaturan Akses Anak, di Aruba Room Kota Kasablanka, Jakarta Selatan, Rabu (29/5/2024).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurut Roy, pasal ini membuat Aprindo sedikit bingung. Selain bagaimana cara menghitung jarak 200 meter tersebut, pasal tambahan ini dianggap cukup tumpang tindih dengan pasal sebelumnya yang mengatakan orang di bawah 21 tahun dilarang untuk membeli rokok, padahal para pelaku ritel sudah memiliki Standard Operating Procedure (SOP) terkait penjualan rokok pada anak.

"Bagaimana menghitung (jarak) 200 meternya. Apakah bisa ada 'hengki pengki' lagi pengaturan di kondisi lapangan untuk meyakinkan ini 200 meter, ini di bawah 200 meter, ini di atas 200 meter. Pakai alat apa? Mau pakai meteran ngukurnya," tambah Roy.

ADVERTISEMENT

"Padahal di ayat sebelumnya, di RPP Kesehatan di pasal 432 itu bahwa sudah jelas di bawah 21 tahun itu dilarang untuk menjualkan rokok. Kami di ritel sudah buat SOP, bahwa yang pakaian seragam kita nggak pernah layani untuk penjualan rokok," sambungnya.

Aturan ini, lanjut Roy, justru akan mendekatkan ritel dengan public centre. Ia berharap regulasi yang akan dijalankan haruslah melibatkan para pelaku usaha, bukan sekadar memberikan sosialisasi saja, melainkan adanya inisiasi. Sehingga, para pelaku usaha dapat memberikan suara dan menghindari adanya arogansi.

"Regulasi itu juga penting untuk adanya inisiasi kita diikutsertakan, sehingga kita bisa memberi solusi. Sehingga dalam praktiknya, arogansi-arogansi seperti ini sudah bukan zamannya," kata Roy.

"Karena kita sekarang berhadapan dengan segala tantangan, nggak bisa jalan dengan arogansi. Tentu perlu seluruh pihak, seluruh stakeholder, pemerintah, pelaku usaha, media, pentahelix ini kita berjalan bersama. Poin-poin pasal karet ini sebaiknya tidak ada di dalam RPP Kesehatan" sambungnya.

Sementara itu, Direktur Industri Minuman, Hasil Tembakau dan Bahan Penyegar Kemenperin Merrijantij Punguan Pintaria mengatakan regulasi soal penjualan rokok pada PP 109 Tahun 2012 sudah cukup rigid. Namun, implementasi dan sosialisasinya belum dijalankan dengan maksimal.

"Di (PP) 109 pengaturan itu sudah cukup rigid, hanya saja memang implementasinya dan sosialisasinya belum kita laksanakan dengan sebaik-baiknya," tutup Merry.




(up/up)

Berita Terkait