Soal Joki Strava, Psikolog Wanti-wanti Risiko Hidup dalam Kebohongan

Soal Joki Strava, Psikolog Wanti-wanti Risiko Hidup dalam Kebohongan

Devandra Abi Prasetyo - detikHealth
Jumat, 05 Jul 2024 18:00 WIB
Soal Joki Strava, Psikolog Wanti-wanti Risiko Hidup dalam Kebohongan
Psikolog menilai pengguna joki Strava haus akan validasi dan pengakuan sosial. (Foto: Getty Images/Todor Tsvetkov)
Jakarta -

Fenomena joki Strava masih menjadi perbincangan hangat di media sosial. Beberapa orang konon menawarkan jasa menjalankan olahraga lari atau bersepeda, untuk dicatatkan pada akun Strava orang lain yang menggunakan jasanya.

Strava sendiri merupakan aplikasi kebugaran yang mencatat aktivitas olahraga seseorang. Populer di kalangan pegiat lari dan sepeda, meski sebenarnya bisa juga mencatat jenis olahraga lainnya.

Warganet menyebut, mereka yang menggunakan jasa joki Strava ini biasanya untuk keperluan mendapatkan reward, baik dari komunitas atau kantor tempat bekerja. Namun, tak sedikit pula yang hanya sebatas memuaskan diri untuk mendapatkan pengakuan sosial.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Merespons fenomena ini, Psikolog klinis Anastasia Sari Dewi mengatakan mereka yang menggunakan jasa joki Strava hanya untuk mendapatkan validasi dari sosial. Menurutnya, 'haus' akan validasi bisa menjadi salah satu faktor yang mendorong.

"Jadi kalau dibilang haus validasi sebenernya bisa juga sih, tapi bisa juga ada faktor-faktor lain," ujar Anastasia kepada detikcom, Kamis (4/7/2024).

ADVERTISEMENT

Selain itu, lanjur Anastasia ada faktor kedua yakni adanya konformitas, di mana dalam psikologi sosial jika sebuah hal dilakukan oleh orang banyak, maka itu bisa saja dianggap sebagai sesuatu yang benar.

Anastasia mewanti-wanti untuk mereka yang terlanjur atau justru terjebak dalam 'lingkaran kebohongan' ini untuk segera berhenti. Dirinya menambahkan, jika diteruskan maka akan memberikan efek kurang baik ke diri sendiri.

"Efeknya kalau dibiarkan lama, jika validasi itu terus menerus diberi makan, menurut saya akan kurang baik untuk dirinya sendiri. Berarti dia hidup juga dengan 'kepalsuan' jadi dia juga merasakan sensasi-sensasi yang palsu," kata Anastasia.

NEXT: Risiko hidup dalam kebohongan


Bahkan, lanjut Anastasia, mereka yang terus menerus melakukan kebohongan hanya untuk disenangi atau mendapatkan pujian dari sosial, bisa jadi akan kehilangan jati dirinya.

"Jadi ibaratnya topeng itu ya, kalau terlalu lama dikhawatirkan topeng itu sering ia gunakan, topeng dengan berbagai simbol dan aksesoris-aksesoris yang bukan pencapaian dia aslinya. Dikhawatirkan dia bisa lupa dengan aslinya dia, atau wajah aslinya dia, atau kemampuan dia aslinya," kata Anastasia.

"Nah itu yang dikhawatirkan bisa terjadi. Terlalu lama memakai topeng dan melupakan jati diri aslinya," sambungnya.

Halaman 2 dari 2
(dpy/up)
Joki Strava Merajalela
7 Konten
Demi mendapatkan validasi sebagai 'si paling bugar', ternyata ada lho yang memanfaatkan jasa 'joki Strava'. Jadi sebenarnya nggak olahraga, tapi punya record karena bayar orang untuk olahraga dengan mengatasnamakan dirinya.

Berita Terkait