BPKN Desak Percepatan Sosialisasi Label Bahaya BPA pada Galon Bermerek

BPKN Desak Percepatan Sosialisasi Label Bahaya BPA pada Galon Bermerek

Christian Noven - detikHealth
Rabu, 17 Jul 2024 15:01 WIB
BPKN Desak Percepatan Sosialisasi Label Bahaya BPA pada Galon Bermerek
Foto: Shutterstock
Jakarta -

Ketua Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN), Muhammad Mufti Mubarok, mendesak BPOM untuk segera meningkatkan sosialisasi masif terkait revisi Peraturan Label Pangan Olahan yang mewajibkan produsen air minum dalam kemasan (AMDK) untuk mencantumkan label peringatan bahaya Bisfenol A (BPA) pada galon berbahan plastik polikarbonat. Sebab kesadaran masyarakat terhadap peraturan ini masih rendah.

"Kebijakan pelabelan BPA sangat membantu konsumen untuk memilih produk yang lebih aman," ujar Mufti, dalam keterangan tertulis, Rabu (17/7/2024).

BPKN telah lama memperingatkan tentang potensi bahaya BPA dalam kemasan plastik polikarbonat, mulai dari kandungan kimianya, kontaminasi ke air, hingga dampak distribusi dan penyimpanan di retail.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Namun, Mufti menyayangkan rendahnya kesadaran masyarakat terhadap regulasi ini. Salah satu alasannya mungkin karena pelaku usaha belum sepenuhnya siap.

"Salah satu alasannya mungkin karena pelaku usaha belum sepenuhnya siap. Proses produksi membutuhkan bahan baku impor, dan implementasi secepatnya bisa mengganggu operasi mereka. Oleh karena itu, BPOM memberikan tenggat waktu empat tahun," jelas Mufti.

ADVERTISEMENT

Meskipun begitu, ia menekankan bahwa semua pihak, baik regulator maupun produsen, harus mulai mempersiapkan implementasi peraturan ini. Ia juga menegaskan pentingnya BPOM untuk segera melakukan sosialisasi dan kampanye secara masif, terutama kepada asosiasi air minum kemasan.

"BPOM harus melakukan kampanye besar-besaran," ujar Mufti.

Selain itu, ia menyoroti perlunya petunjuk teknis untuk membantu produsen dalam mengimplementasikan perubahan ini. Salah satunya dengan segera melakukan sosialisasi dan kampanye secara masih, terutama pada asosiasi air minum kemasan.

"Mengubah bahan kemasan tidak bisa cepat. Produsen harus menghitung ulang alternatif pengganti atau menyiapkan biaya untuk mencetak label BPA di kemasan," tambahnya.

Mufti memahami bahwa mengubah bahan kemasan tidak bisa dilakukan dengan cepat. Produsen harus menghitung ulang alternatif pengganti atau menyiapkan biaya untuk mencetak label BPA di kemasan.

Dengan banyaknya produsen AMDK, Mufti mengakui bahwa penerapan peraturan ini akan sulit tanpa sosialisasi yang efektif.

"Empat tahun adalah waktu yang cukup panjang, namun harus ada satu brand terkenal yang memulai, agar diikuti oleh perusahaan air minum lainnya. Harus ada satu contoh produk yang mematuhi peraturan ini, sehingga yang lain bisa ikut," jelas Mufti.

Menurutnya, BPOM sebaiknya menunjuk brand besar untuk memulai pelabelan ini.

"Jika tidak dimulai sekarang, peraturan ini tidak akan selesai. Sebentar lagi sudah 2025 dan empat tahun tidak akan terasa. Kami tidak peduli brand apa yang mau memulai. Kami hanya berusaha menegakkan peraturan ini demi masyarakat," tegasnya.

Mufti menegaskan bahwa BPKN siap membantu BPOM dalam menyosialisasikan regulasi ini.

"Kami mendesak BPOM segera melakukan sosialisasi, memberikan petunjuk teknis kepada produsen, dan menyebarkan informasi penting ini kepada konsumen. Kami siap membantu BPOM dalam sosialisasi ini. Kami memiliki LPKSM se-Indonesia dan komunitas di kampus serta sekolah yang siap digerakkan untuk edukasi yang lebih terstruktur, sistemik, dan masif," kata Mufti.

Pada 1 April 2024, BPOM mengesahkan penambahan dua pasal pada Peraturan tentang Label Pangan Olahan. Pasar 48a menuliskan kewajiban pencantuman label cara penyimpanan air minum kemasan.

Sedangkan Pasal 61A mencantumkan kewajiban pencantuman label peringatan risiko BPA pada semua galon air minum yang menggunakan kemasan plastik polikarbonat. Peraturan ini memberikan waktu tenggang empat tahun bagi produsen galon air minum untuk menyesuaikan diri.




(ncm/ega)

Berita Terkait