Tak ada lagi praktik sunat pada perempuan jika mengacu regulasi baru Peraturan Pemerintah (PP) No. 28 Tahun 2024. Aturan turunan Undang Undang Kesehatan tersebut mencantumkan pelarangan sunat perempuan sebagai upaya kesehatan reproduksi usia anak hingga dewasa.
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kementerian Kesehatan RI dr Siti Nadia Tarmizi menekankan regulasi tersebut sesuai dengan anjuran Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Secara medis, tidak ada manfaat di balik praktik sunat perempuan.
Alih-alih bermanfaat, beberapa kali pemerintah menemukan kasus berisiko akibat sunat perempuan.
"Ada beberapa kejadian ya," beber dr Nadia kepada detikcom, Kamis (1/8/2024).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Penghapusan praktik sunat perempuan merupakan bagian dari upaya kesehatan sistem reproduksi bayi, balita, dan anak prasekolah.
Selain itu PP tersebut menyarankan edukasi mengenai perbedaan organ reproduksi laki-laki dan perempuan serta diedukasi untuk menolak sentuhan terhadap organ reproduksi dan bagian tubuh yang dilarang untuk disentuh.
Sejumlah risiko di balik sunat perempuan secara medis adalah terjadinya perdarahan hingga nyeri hebat.
Secara langsung risiko yang bisa terjadi meliputi:
- Pembengkakan jaringan genital
- Demam
- Infeksi seperti tetanus
- Masalah kencing
- Masalah penyembuhan luka
- Cedera pada jaringan genital di sekitar area vagina
- Syok kematian
Kemungkinan komplikasi secara jangka panjang juga rentan terjadi pasca sunat perempuan termasuk keputihan, gatal, vaginosis, hingga jaringan parut dan keloid.
(naf/kna)











































