Ada satu budaya unik di Jepang yang nyaris terjadi setiap tahun, yakni Jouhatsu. Istilah ini diartikan saat seseorang memilih 'menghilang' dari kehidupan sebelumnya alias mereka tidak ingin ditemukan.
Pada 2021 saja, sekitar 80 ribu orang dilaporkan hilang di Jepang berdasarkan catatan Statista. Hal ini juga melekat pada budaya malu di Jepang atas perasaan kegagalan.
Orang-orang memilih untuk benar-benar menghilang dari kehidupan mereka di tempat lain, memisahkan diri dari keluarga dan teman untuk memulai hidup baru. Banyak dari mereka memilih untuk menghilang karena utang, atau melarikan diri dari kewajiban dan tanggung jawab mereka, atau hanya ingin kembali mengulang kehidupan termasuk karier, dari awal.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Daerah kumuh Kamagasaki misalnya, dipenuhi dengan orang-orang Jouhatsu.
Masashi Tanaka, 49 tahun, yang juga memilih menghilang, ia mengaku sebelumnya dianiaya oleh ibunya, pasca bebas dari penjara setelah menjalani hukuman atas tuduhan narkoba.
Setelah ia masuk penjara, ibunya menganggap dirinya sudah tidak ada. "Bagiku, kamu sudah mati. Jangan menulis surat kepadaku lagi."
Tanaka kemudian memilih untuk pergi ke Kamagasaki setelah itu, tempat ia tinggal sendirian.
Kamagasaki, yang juga dikenal sebagai Airin Chiku, adalah sebuah daerah di Osaka tempat orang-orang dapat memperoleh akomodasi murah dan pekerjaan bergaji rendah sebagai buruh harian. Hotel-hotel dapat ditemukan dengan tarif serendah 15 USD per malam dan orang-orang berdiri di pinggir jalan berharap untuk dipekerjakan untuk pekerjaan sambilan.
Daerah kumuh tersebut adalah yoseba, terbesar di Jepang, tempat calon pemberi kerja dapat menemukan buruh harian, menurut kelompok hak asasi manusia Hurights Osaka. Sebuah investigasi tahun 2008 oleh The Guardian memperkirakan bahwa ada sekitar 25.000 orang yang tinggal di daerah kumuh tersebut. Tokyo juga merupakan rumah bagi daerah kumuh yang serupa, Sanya, tempat banyak buruh harian tinggal dan berkeliaran di jalanan, menunggu pekerjaan.
Banyak orang yang tinggal di daerah kumuh Kamagasaki telah mengubah nama mereka untuk menjaga anonimitas. Terbilang mudah untuk menjaga anonimitas dan bersembunyi di tempat umum di Jepang, menurut laporan BBC pada 2020.
Sosiolog Hiroki Nakamori mengatakan kepada BBC, privasi sangat dihargai di Jepang, orang hilang dapat menarik uang dari ATM tanpa terdeteksi.
"Polisi tidak akan campur tangan kecuali ada alasan lain, seperti kejahatan atau kecelakaan. Yang dapat dilakukan keluarga hanyalah membayar banyak uang untuk detektif swasta. Atau hanya menunggu. Itu saja," kata Nakamori kepada BBC.
Seorang pria bernama Kodama, 64 tahun, mengatakan kepada SCMP bahwa ia kabur dari rumah pada usia 27 tahun dengan sedikit uang, hanya cukup untuk membeli tiket kereta.
Dia telah diberhentikan dari pekerjaannya, dan pergi ke Osaka, saat dia diberi tahu akan menemukan pekerjaan. Kodama mengatakan dia tidak bertemu keluarganya selama lebih dari 35 tahun.
"Jika saya kembali, itu akan menjadi canggung bagi semua orang. Jadi saya akan pergi dan hidup sendiri," kata Kodama kepada SCMP.
"Saya muak dengan dunia ini. Tetapi saya tidak memiliki keberanian untuk mati."











































