Banyak pria yang berusaha keras untuk memperbesar bagian pribadi mereka. Hanya saja banyak dari mereka mengalami rasa sakit dan penyesalan seumur hidup.
Dua pria, yang meminta identitasnya dirahasiakan, bercerita kepada NYPost tentang operasi pembesaran penis yang gagal dan menghancurkan hidup mereka. Bagi John, 42 tahun, dari Austin, Texas, keinginan untuk memperbesar alat kelaminnya dimulai sekitar enam tahun lalu.
"Saya sangat atletis dan berotot, tetapi saya tidak memiliki bagian lain yang sesuai dengan ukuran tubuh saya yang sangat besar," kata John, seorang produser musik untuk acara TV.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia kerap merasa malu dengan ukuran penisnya: panjangnya 11 cm saat lembek, dan 15 cm saat ereksi.
Selama tahun pertama setelah pemasangan implan penis silikon seharga US$12.000, John merasa senang. Tetap implan itu terlepas dan 'bergeser'.
John kemudian mengganti prostesis penisnya pada tahun 2018, dan akhirnya kehilangan sebagian panjangnya dan mendapatkan "gundukan kemaluan yang sangat menonjol." Kemudian implan itu terlipat dan penisnya menjadi cacat.
Operasi ketiga untuk memperbaiki penisnya pada tahun 2022, dengan dokter yang berbeda kali ini, membuat John memiliki penis yang cacat sepanjang 7,5 cm.
Seks menjadi menyakitkan, dan itu berdampak emosional pada hubungan mereka. Tak berhenti di situ, John lagi-lagi menjalani operasi, kali ini untuk mengangkat implan. Yang mengerikan, ia kehilangan penisnya sama sekali.
Next: Pria yang Mr P-nya membusuk
Sean, berusia 30-an dan berasal dari Florida Utara, ingin mendapatkan lebih banyak sensasi pada penisnya, hampir dua dekade setelah operasi pemanjangan membuatnya mati rasa di bagian alat kelamin. Selain itu, ia mengalami kecemasan karena penisnya kecil.
Pada tahun 2022, ia menerima suntikan yang katanya adalah agen penghasil kolagen, tetapi ternyata itu adalah silikon. Akibatnya, penisnya menjadi cacat. Ia telah menjalani beberapa prosedur untuk memperbaikinya dan kini telah disuntik dengan cukup silikon untuk mengisi implan payudara.
"Terkadang bentuknya hampir seperti jam pasir," kata Sean. "Kelihatannya benar-benar tidak masuk akal."
Kemudian keadaan berubah menjadi berbahaya.
Sean didiagnosis dengan infeksi bakteri yang mengancam jiwa pada bulan November, dan 50% hingga 60% kulit di sekitar penisnya "mati total," katanya. Bulan berikutnya terbentuk abses, yang menyebabkan beberapa kali kunjungan ke UGD dan banyak putaran antibiotik.
Lebih dari 8.000 pria di seluruh dunia menjalani prosedur pembesaran penis setiap tahun, menurut International Society of Aesthetic Plastic Surgery.
Dr. Kenneth Carney, seorang ahli bedah urologi dan kosmetik Atlanta yang merawat John dan Sean, mengatakan ia melakukan sekitar 300 pembesaran penis per tahun. Dari jumlah tersebut, sekitar 30% hingga 40% ditujukan untuk mengoreksi kesalahan dokter lain.
"Saya pikir alasan utama mengapa prosedur urologi kosmetik yang gagal ini terjadi adalah karena prosedur tersebut dilakukan oleh dokter umum atau dokter kulit, bukan oleh dokter urologi atau dokter bedah kosmetik," kata Carney.











































