Sebuah video seks antara guru Madrasah Aliyah Negeri (MAN) di Kabupaten Gorontalo, Provinsi Gorontalo dengan salah seorang siswinya yang masih di bawah umur, viral di media sosial. Banyak warganet yang mengaitkan video tersebut dengan 'child grooming', meski ada juga yang menganggapnya sebagai hubungan 'suka sama suka'.
Psikolog Anastasia Sari Dewi berpendapat bahwa label 'suka sama suka' tidak tepat diberikan dalam konteks hubungan romantis orang dewasa dan anak di bawah umur. Menurutnya orang dewasa dan anak memiliki konsep consent atau persetujuan yang berbeda.
Sari mengatakan anak di bawah umur secara biologis belum memiliki kedewasaan otak yang sama dengan orang dewasa. Mereka juga dianggap belum mampu secara psikologis dan pengalaman untuk mengambil keputusan yang lebih matang.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kondisi ini akhirnya membuat anak di bawah umur dianggap belum mampu memberikan consent secara ideal.
"Secara pengalaman, secara kemampuan berpikir kompleksnya, merajut berbagai aspek faktor dan menarik kesimpulan itu berbeda pada orang dewasa maupun pada anak," kata Sari ketika dihubungi detikcom, Senin (30/9/2024).
Ia lantas mencontohkan, orang dewasa biasanya akan melakukan pertimbangan yang panjang sebelum memberikan consent. Pertimbangan itu bisa meliputi untung dan rugi, risiko, masa depan, hingga dampak yang mungkin akan dialami.
Sedangkan ketika anak memberikan consent, maka pertimbangannya akan cenderung lebih sederhana dan jangka pendek. Hal ini membuat anak berisiko menjadi korban manipulasi dari orang dewasa yang memiliki pikiran jahat.
Hal ini juga belum ditambah dengan adanya dominasi dan pengaruh orang dewasa yang umumnya memiliki power lebih besar untuk menipu anak di bawah umur.
"Sedangkan pada anak consent-nya itu sederhana sekali. Misalnya orang ini sudah baik sama aku ya, dia udah apa baiknya, dia ini siapa, terus selesai. Jadi seringkali hanya sebatas hal-hal jangka pendek atau aspek-aspek sederhana sekali yang mana masih riskan untuk dibohongi atau dimanipulasi," tandasnya.
Sari menuturkan bahwa kejadian 'child grooming' yang terjadi bisa membahayakan anak. Beberapa dampaknya meliputi:
- Rentan menjadi korban pelecehan seksual
- Rentan menjadi korban kekerasan
- Mengalami kebingungan
- Rentan mengalami trauma berkepanjangan.
(avk/up)











































