Mitos-Fakta Terkait Penyakit 'Paru-paru Basah' yang Perlu Diketahui

Round Up

Mitos-Fakta Terkait Penyakit 'Paru-paru Basah' yang Perlu Diketahui

Suci Risanti Rahmadania - detikHealth
Rabu, 02 Okt 2024 06:05 WIB
Doctors physical examination for screening lung cancer
Ilustrasi paru-paru (Foto: Getty Images/iStockphoto/sittithat tangwitthayaphum)
Jakarta -

'Paru-paru basah' merupakan istilah awam yang kerap digunakan oleh masyarakat merujuk pada suatu kondisi infeksi di paru-paru. Infeksi ini bisa disebabkan oleh sejumlah patogen, seperti kuman, bakteri, maupun virus. Kondisi ini bisa disebut juga sebagai pneumonia.

Spesialis penyakit paru dari Mayapada Hospital Jakarta Selatan, dr Naindra Kemala Dewi, SpP, menjelaskan pneumonia adalah infeksi atau peradangan yang terjadi pada daerah parenkim paru. Organ paru sendiri memiliki dua bagian, yakni saluran pernapasan dan parenkim paru.

"Jadi infeksi itu yang kita artikan dalam kondisi paru-paru basah ini adalah suatu pneumonia," imbuhnya kepada detikcom, Jumat (27/9/2024).

"Selanjutnya kita akan sebut paru-paru basah ini adalah sebagai pneumonia," imbuhnya lagi.

Penyakit 'paru-paru basah' kerap kali menimbulkan banyak pertanyaan dan kebingungan di kalangan masyarakat. Hal ini dikarenakan banyak beredar mitos terkait kondisi ini, sehingga penting bagi setiap orang untuk memahami fakta yang sebenarnya. Berikut mitos dan fakta tentang 'paru-paru basah' yang perlu diluruskan.

ADVERTISEMENT

Mitos: Mandi Malam-Terpapar Kipas Angin Menyebabkan 'Paru-paru Basah'

Sebagian orang berpikir penyebab dari pneumonia atau 'paru-paru basah' akibat beberapa aktivitas, seperti sering berkendara motor tanpa jaket, mandi malam di malam hari, terpapar kipas angin maupun AC.

Padahal, menurut dr Naindra aktivitas tersebut bukanlah penyebab langsung dari pneumonia. Adapun penyebab pneumonia atau paru-paru basah karena ada suatu infeksi yang disebabkan oleh patogen, seperti bakteri maupun virus.

"Bakteri ini juga banyak macamnya, ada bakteri baik, bakteri jahat, kuman pun juga banyak. Ada kuman yang termasuk kuman yang sifatnya aerob, anaerob ataupun kuman Mycobacterium tuberculosis atau yang biasa kita sebut sebagai M. TB," ucapnya.

"Atau juga bisa karena infeksi viral, virus seperti waktu zaman COVID kemarin yang lagi heboh-hebohnya tuh itu juga masuk dalam kondisi pneumonia. Atau bisa diakibatkan oleh jamur. Jadi ada banyak penyebab dari pneumonia itu sendiri," lanjutnya lagi.

dr Naindra menjelaskan, pada sebagian orang yang memiliki riwayat atopi atau alergi, kebiasaan seperti mandi malam atau terkena paparan kipas angin karena udara dingin ataupun debu dari kipas itu sendiri dapat menimbulkan reaksi alergi. Hal ini yang dapat mencetuskan reaksi alergi seperti batuk.

Lantaran batuk merupakan salah satu gejala pneumonia atau paru-paru basah, sehingga tak sedikit orang yang menganggap mereka terkena pneumonia karena kipas angin.

"Padahal itu awalnya adalah karena stimulus, karena ada alergen atau karena perubahan cuaca tadi karena mandi malam," lanjutnya lagi.

"Menstimulasi, menstimulasi suatu reaksi, reaksi alergi yang terjadi selama pernapasan dengan manifestasi gejalanya mirip seperti pneumonia," lanjutnya lagi.

Mitos: Tangan Basah atau Berkeringat Gejala 'Paru-paru Basah'

Sampai saat ini masih banyak orang yang mengaitkan telapak tangan mudah berkeringat sebagai gejala 'paru-paru basah'. Padahal telapak tangan berkeringat atau basah tak memiliki keterkaitan dengan penyakit pneumonia 'paru-paru basah'.

Menurut dr Naindra, tangan berkeringat atau basah biasanya terjadi karena faktor dari suatu kondisi tertentu dan bukan ciri khas dari pneumonia atau 'paru-paru basah'.

"Kalau tangan berkeringat kan bisa karena faktor psikis juga, bisa karena kelainan dari masalah metabolik, jadi bukan jadi salah satu ciri khas dari pneumonia," imbuhnya.

dr Naindra menjelaskan gejala khas pneumonia atau 'paru-paru basah' adalah batuk. Frekuensi batuknya terbilang sering yang disertai perubahan dari karakteristik dahak. Selain batuk, beberapa gejala lain seperti demam, lemas, hingga sesak napas termasuk ciri dari pneumonia.

"Yang tadinya dahaknya encer, makin kental, yang tadinya dahaknya warnanya putih, bening akan berubah warna menjadi lengket kekuningan atau bahkan jadi kehijauan," katanya.

"Bahkan kalau pada kondisi yang sudah advance, pasien tuh sudah dapat terjadi gagal napas, tidak bisa lagi melakukan mobilisasi secara aktif, gangguan makan, " sambungnya lagi.

NEXT: Fakta Terkait 'Paru-paru Basah'

Fakta: Rokok hingga Polusi Udara Jadi Faktor Risiko 'Paru-paru Basah'

dr Naindra mengatakan terdapat sejumlah faktor risiko yang dapat memicu penyakit 'paru-paru basah'. Salah satunya adalah merokok.

Menurutnya, faktor risiko atau kebiasaan tersebut dapat membuat seseorang lebih mudah mengalami infeksi pada organ paru. Selain merokok, dr Naindra mengatakan kebiasaan seperti pola makan yang tak sehat, kurangnya istirahat akibat jam kerja terlalu berat, serta tak menerapkan perilaku hidup bersih juga termasuk faktor risiko penyakit 'paru-paru basah'.

Terlebih, faktor lingkungan yang tak baik juga turut berkontribusi sebagai faktor risiko dari penyakit tersebut. Menurut dr Naindra, ventilasi udara yang tak bagus, paparan polusi udara, paparan sinar matahari yang tidak cukup baik hingga membuat udara lembap juga memicu seseorang lebih rentan mengalami infeksi.

Meski begitu, dr Naindra menegaskan sejumlah kebiasaan tersebut bukanlah penyebab utama dari paru-paru basah, melainkan faktor pencetusnya.

"Polusi itu kan salah satu faktor pemicu ya, pemicu untuk terjadi batuk, terjadi pile, karena allergen-allergen tadi. Nah batuk pilek ini apabila terus berkelanjutan, lama-lama yang tadinya kumannya mungkin katakanlah cuma sedikit, lama-lama bertambah banyak, ya terjadi infeksi pneumonia," imbuhnya.

"Jadi merupakan salah satu faktor pencetus aja sih, tapi bukan penyebab utamanya," katanya lagi.

Fakta: 'Paru-paru Basah' Bisa Dialami Siapa Saja, Pria maupun Wanita

Tak sedikit yang menganggap paru-paru basah lebih rentan dialami pria lantaran kebiasaan merokok. Padahal, menurut dr Naindra, wanita maupun pria memiliki risiko yang hampir sama terkena 'paru-paru basah' atau pneumonia.

Hal ini dikarenakan saat ini sudah banyak wanita yang menerapkan pola hidup tak sehat, seperti merokok. Terlebih banyak juga wanita yang bekerja dan pergi keluar rumah sehingga lebih rentan terpapar polusi udara.

"Kalau dulu kan laki-laki ini lebih banyak dengan asumsi karena laki-laki perokok, laki-laki banyak keluar rumah. Perempuan tidak bekerja, banyak jadi ibu rumah tangga sekarang kan udah hampir sama," katanya.

Fakta: 'Paru-paru Basah' Bisa Menular

Orang yang mengidap paru-paru basah' memiliki risiko menularkan penyakitnya ke orang lain. Meski begitu penularan yang terjadi tergantung dari jenis patogen yang menjadi pemicu penyakit tersebut. Juga, penularannya tak secepat seperti COVID-19 maupun tuberkulosis paru (TB).

"Karena pneumonia ini kan tergantung kumannya apa, apakah kuman yang kita sebut kuman baik yang gram positif atau gram negatif, " ucapnya.

dr Naindra menjelaskan terdapat sejumlah kelompok yang berisiko tertular 'paru-paru basah' atau pneumonia. Salah satunya orang yang memiliki kontak erat dengan pengidap penyakit tersebut.

Selain itu, orang yang memiliki sistem imun yang lemah dan orang yang berisiko tinggi tertular penyakit infeksi juga bisa berisiko tertular pneumonia.

"Sehingga apabila seseorang sedang mengalami suatu infeksi paru, baik pneumonia ataupun influenza yang hanya batuk pilek biasa, tetap kita sarankan memakai masker untuk perlindungan terhadap orang sekitar, dan terhadap diri kita sendiri juga yang terkena infeksi," imbuh dr Naindra.

"Supaya tidak menambah lagi kuman lain yang masuk ke dalam tubuh kita," katanya.