Bakal Lebih Banyak 'Stem Cell'-Insulin Lokal, Bisa Pakai BPJS

Bakal Lebih Banyak 'Stem Cell'-Insulin Lokal, Bisa Pakai BPJS

Nafilah Sri Sagita K - detikHealth
Rabu, 09 Okt 2024 15:34 WIB
Bakal Lebih Banyak Stem Cell-Insulin Lokal, Bisa Pakai BPJS
Kepala BPOM RI dan Dirjen Farmalkes. (Foto: DetikHealth/Averus Al Kautsar)
Jakarta -

Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM RI) Taruna Ikrar menyebut tren obat secara global saat ini sudah semakin bergeser dari chemical sintetik, menjadi produk biologi. Perbandingannya bahkan kini berada di rentang 65 persen dan 35 persen.

Bukan tidak mungkin, tren yang sama akan terjadi di Indonesia. Mengingat, sudah ada empat industri farmasi yang mengantongi sertifikat cara pembuatan obat yang baik (CPOB) dari BPOM RI terkait pengembangan advanced medicine technology product (ATMP).

Obat-obat berbasis sel, genetik, dan rekayasa jaringan dinilai memiliki tingkat keberhasilan kesembuhan di atas 90 persen. Umumnya digunakan untuk pasien penyakit kronis termasuk kanker hingga masalah tulang.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Empat industri farmasi yang dimaksud meliputi Bifarma Adiluhung, Prodia Stemcell, Instalasi Kedokteran Sel Punca Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM), dan Daewoong Biologics Indonesia.

Bisa Dicover BPJS?

ADVERTISEMENT

Dalam kesempatan yang sama, Dirjen Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kemenkes Lucia Rizka Andalusia tidak menampik kemungkinan ke depan advanced medicine semacam ini bisa diakses dengan BPJS Kesehatan. Hal tersebut disebutnya diperlukan melalui sejumlah proses kajian.

"Kalau dia sudah terbukti memiliki efektivitas, keamanan, dan mendapatkan izin edar dari Badan POM, dan kalau ke BPJS, karena ini BPJS kan kita membiayai untuk masyarakat banyak ya, harus ada kajian namanya health technology assessment, harus memiliki cost benefit analisis yang ditunjang dengan kajian-kajian tersebut bahwa ini memiliki benefit yang lebih dan cost effective," beber Rizka dalam konferensi pers Rabu (9/10/2024).

"Kalau BPJS bisa pastinya nanti ke depannya juga, bisa selama diizinkan dengan cost benefit analysis," sambungnya.

Bagaimana Kesiapan Lab?

Dari 80 laboratorium yang tersedia untuk riset dan pengembangan, Taruna menyebut baru ada 42 di antaranya yang disiapkan untuk melakukan advanced medicine.

"Nah karena ini ilmu baru, boomingnya sekitar 10 tahun terakhir, kita di Indonesia belum mengatur itu, tetapi kita akan membuat aturannya. Tentu kita akan mengundang pakar kita untuk membuat peraturan itu, kan tidak mudah," tuturnya.

Meski begitu, Taruna optimistis, tren penggunaan obat berbasis terapi sel, genetik, rekayasa jaringan akan 'merajai' dunia, juga Indonesia. Bukan tidak mungkin persentase dominasi penggunaan produk obat biologi perlahan akan mencapai di atas 80 persen.

Next: Selain Stem Cell, Ada Apa Lagi?

Rizka merinci, dari seluruh produk obat berbasis biologi yang tersedia di Indonesia, industri farmasi juga sudah mampu memproduksi insulin secara mandiri. Hal ini tentu membantu pengobatan para pasien diabetes.

"Produk biologi yang paling gampang, paling dikenal sama teman-teman itu insulin penggunaannya paling banyak karena kasus diabetes di Indonesia itu banyak sekali. Kita sudah bisa memproduksi insulin dalam negeri kita sudah bisa memproduksi vaksin dalam negeri dari 14 antigen vaksin rutin yang digunakan oleh Kementerian Kesehatan, 10 jenis sudah bisa diproduksi dalam negeri."

"Nah ini membutuhkan teknologi yang lebih advance dan juga obat kanker yang berbasis biologi antibodi monoklonal juga sudah bisa mulai diproduksi dalam negeri, nah itu tentunya harus didukung dengan riset-riset yang memiliki kualitas baik agar supaya nanti pada saat memberikan izin edar, Badan POM sudah memiliki evidence based yang baik," pungkasnya.

Halaman 2 dari 2
(naf/kna)

Berita Terkait