Mengapa ILBI Penting untuk Mengatasi Polusi Plastik Global

detikcom Leaders Forum

Mengapa ILBI Penting untuk Mengatasi Polusi Plastik Global

Suci Risanti Rahmadania - detikHealth
Senin, 28 Okt 2024 16:45 WIB
Mengapa ILBI Penting untuk Mengatasi Polusi Plastik Global
Ilustrasi sampah plastik (Foto: Getty Images/volody10)
Jakarta -

Pencemaran sampah plastik saat ini telah menjadi isu global karena sifatnya yang transnasional dan lintas batas. United Nations Environment Programme (UNEP) menyatakan jumlah sampah plastik yang masuk ke ekosistem akuatik dapat meningkat hampir tiga kali lipat pada tahun 2040 apabila tidak ada upaya untuk mencegah polusi plastik.

Lebih dari 11 juta ton sampah plastik telah masuk ke dalam lautan setiap tahunnya, berpotensi meningkat hingga tiga kali lipat pada 2040. Apabila kondisi ini terus berlanjut dan tidak ada aksi nyata diperkirakan pada tahun 2050 jumlah sampah plastik di laut akan mengancam lebih dari 800 spesies laut dan pesisir akibat menelan dan terjerat sampah plastik.

"Sejak tahun 1969, sampah plastik laut telah menjadi salah satu permasalahan global yang belum kunjung usai. Kini keberadaan sampah plastik laut yang berlimpah telah menimbulkan berbagai dampak buruk bagi keberlangsungan lingkungan dan makhluk hidup, tidak terkecuali manusia," kata Direktur Pengurangan Sampah, Ditjen PSLB, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Vinda Damayanti saat dihubungi detikcom, Kamis (24/10/2024).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ancaman polusi plastik tersebut menjadi perhatian global, hingga pada sesi kelima UN Environment Assembly (UNEA-5.2) yang berlangsung pada Maret 2022, dunia menyepakati langkah bersejarah untuk memerangi polusi plastik.

Resolusi 5/14, diadopsi untuk mengembangkan International Legally Binding Instrument (ILBI) yang mengatur siklus hidup plastik secara menyeluruh, mulai dari produksi, desain, hingga pembuangan. Langkah ini dilakukan sebagai respons atas kekhawatiran global tentang dampak plastik terhadap lingkungan laut, kesehatan manusia, dan perubahan iklim.

ADVERTISEMENT

Salah satu fokus utama ILBI adalah mengatur penggunaan bahan kimia berbahaya dalam produk plastik, yang dikenal sebagai chemicals of concern. Bahan kimia ini berpotensi menimbulkan dampak buruk terhadap kesehatan manusia dan lingkungan, sehingga regulasi terhadap penggunaannya menjadi perhatian penting dalam upaya global untuk mengurangi polusi plastik.

Resolusi 5/14 memberi mandat kepada Direktur Eksekutif UNEP untuk melaksanakan Intergovernmental Negotiating Committee (INC) guna menyusun ILBI mengenai polusi plastik, termasuk di lingkungan laut. Komite ini menggelar pertemuan secara berkala, mulai dari INC-1 hingga INC-5.

INC-1 berlangsung di Uruguay pada akhir November 2022. Sedangkan INC-2 dijadwalkan pada Mei 2023 di Paris. Adapun INC-3 akan berlangsung di Kenya pada November 2023, dilanjutkan INC-4 pada awal April 2024 di Kanada, dan terakhir INC-5 pada November 2024 di Korea Selatan.

Pada pertemuan keempat INC-4 di Kanada, diskusi mengenai definisi polymers of concern, chemicals of concern dan products subject to lmitation menjadi agenda penting. Para delegasi bekerja untuk menyusun Draf Teks Revisi ILBI yang mengatur pengelolaan bahan kimia ini, termasuk aspek produksi, desain produk, dan daur ulang plastik.

Pertemuan ini menghasilkan keputusan untuk membentuk kelompok ahli atau disebut ad hoc intersessional open-ended expert group. Kelompok tersebut bertujuan untuk mengidentifikasi dan menganalisis kriteria dan pendekatan berbasis non kriteria mengenai produk plastik, chemicals of concern dalam produk plastik, desain produk yang berfokus pada daur ulang, serta penggunaan kembali produk plastik.

ILBI for PP ini menjadi krusial karena menawarkan pendekatan komprehensif terhadap masalah polusi plastik. Beberapa negara telah terlibat aktif dalam menyusun kebijakan yang mendukung penerapan ILBI.

"Karena sifatnya mengikat secara global, diharapkan dapat membagi peran dan tanggung jawab antar negara-negara di dunia dalam mengatasi polusi plastik ini, dan mencegah kebocoran ke aspek lingkungan hidup, sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup dan kesehatan masyarakat," kata Vinda.

Implementasi ini diharapkan dapat beradaptasi dengan perkembangan ilmiah dan teknologi untuk memastikan regulasi bahan kimia yang berbahaya tetap relevan dan efektif. Berdasarkan peraturan UN Global Harmonized System (GHS), UNEP dan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengeluarkan dokumen untuk memberikan informasi terkini tentang kemajuan yang telah dicapai dalam implementasi.

Dalam UN GHS, zat Bisphenol A (BPA), salah satu zat kimia yang terkandung dalam daftar, disebutkan dapat menyebabkan iritasi mata yang serius, reaksi alergi pada kulit, diduga dapat merusak kesuburan atau janin, dapat menyebabkan iritasi pernapasan, dan beracun bagi kehidupan akuatik.

Pada INC-4, Norwegia, Kepulauan Cook, dan Rwanda mengajukan makalah tentang bahan kimia yang perlu diperhatikan dalam plastik, sementara Swiss, Uni Eropa, Inggris, Thailand, dan negara lainnya mengusulkan pendekatan untuk mengatasi produk plastik bermasalah. Proposal ini secara tegas menyarankan pelarangan atau penghapusan kelompok bahan kimia Ftalat, Alkilfenol, logam-logam, dan Bisphenol, termasuk BPA, berdasarkan regulasi yang telah berlaku di berbagai negara seperti ASEAN, Brasil, Kanada, Tiongkok, Uni Eropa, AS, dan lainnya.

(suc/up)

Berita Terkait