Memahami 'Bisikan Gaib' di Balik Kasus Remaja 14 Tahun Bunuh Ayah-Nenek

Memahami 'Bisikan Gaib' di Balik Kasus Remaja 14 Tahun Bunuh Ayah-Nenek

Averus Kautsar - detikHealth
Senin, 02 Des 2024 11:30 WIB
Memahami Bisikan Gaib di Balik Kasus Remaja 14 Tahun Bunuh Ayah-Nenek
Lokasi pembunuhan yang dilakukan oleh anak 14 tahun di Jakarta Selatan. (Foto: Adrial/detikcom)
Jakarta -

Sebuah kasus pembunuhan yang dilakukan oleh seorang anak berinisial MAS (14) di Jakarta Selatan menggegerkan masyarakat. Sang ayah berinisial APW (40) dan nenek berinisial RM (69) menjadi korban tewas, sedangkan sang ibu berinisial AP (40) saat ini sedang dalam kondisi kritis karena juga mengalami serangan.

Hingga saat ini, polisi masih menyelidiki lebih dalam apa motif yang membuat MAS melakukan aksi nekat tersebut ke keluarganya sendiri. Namun, dalam pemeriksaan awal MAS mendengar 'bisikan gaib' yang meresahkan sebelum melakukan hal tersebut.

"Ya, interogasi awalnya dia merasa dia tidak bisa tidur, terus ada hal-hal yang membisiki dialah, meresahkan dia, seperti itu," ujar Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Selatan AKBP Gogo Galesung.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Terlepas dari kejadian tersebut, psikolog klinis Anastasia Sari Dewi menjelaskan 'bisikan gaib' secara umum merupakan salah satu bentuk gejala psikotik yang disebut dengan halusinasi auditorik. Kondisi ini terjadi ketika seseorang mengalami gangguan psikologis sehingga sulit membedakan mana yang realita dan mana yang hanya ada di pikirannya.

Bentuk halusinasi bisa muncul dalam bentuk pendengaran, penglihatan, hingga sensasi pada kulit. Kondisi ini biasanya merujuk pada kondisi skizofrenia, namun pemeriksaan lebih mendalam harus dilakukan untuk menegakkan diagnosis secara pasti.

ADVERTISEMENT

"Bisa karena faktor stres yang berlebih, kemudian trauma berlebih, depresi berat atau mayor, bisa juga karena faktor genetik keturunan dari keluarga besarnya mungkin turun menurun ada tendensi gangguan psikotik di mana area otak yang mengatur toleransi stres itu dia kurang kuat," kata Sari ketika dihubungi oleh detikcom, Senin (2/12/2024).

Faktor-faktor lain yang dapat memengaruhi kondisi tersebut juga meliputi cedera kepala, kelelahan yang berlebih, hingga sakit hati yang mendalam. Ketika seseorang dengan stres tinggi ditambah dengan rasa sakit hati yang berlebih, emosinya bisa meluap dan dirangkai dalam bentuk perintah di pikiran yang membahayakan.

Kombinasi dari amarah, kebencian, dan proses berpikir yang salah ini pada akhirnya dapat menciptakan delusi atau keyakinan yang salah. hal-hal nekat seperti melukai atau membunuh orang akhirnya dilakukan oleh orang dengan kebuntuan proses berpikir tersebut.

"Kebuntuan yang terjadi dalam proses berpikirnya, ketidaknyamanan emosi yang terus-menerus bergulung, akhirnya bisa menciptakan keputusasaan. Keputusasaan itu bisa menciptakan ide-ide yang membahayakan, atau bisikan-bisikan gaib tersebut," tandasnya.




(avk/kna)

Berita Terkait