Kebiasaan mengunyah es batu seringkali dikaitkan dengan gejala anemia defisiensi besi atau kekurangan zat besi. Sebenarnya apa hubungan dari kebiasaan mengunyah es batu dengan defisiensi zat besi?
Spesialis anak dr Wisvici Yosua Yasmin, M.Sc, SpA, menjelaskan bahwa salah satu gejala defisiensi besi adalah gangguan makan pica. Gangguan makan tersebut dapat muncul ketika anak mengalami penurunan sensitivitas indra perasa pada lidah karena defisiensi besi.
"Bagian lidah yang kasar itu dia menjadi sedikit lebih halus, makanya kadang-kadang di anak-anak yang kekurangan zat besi suka dibilang selera makannya kurang, karena mereka indra perasanya jadi tidak terlalu sensitif," jelasnya dalam acara Mom's Health Corner 'Peran Zat Besi Terhadap Perkembangan Kognitif Anak', di Jakarta Selatan, Kamis (19/12/2024).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Karena indra perasa anak menurun, maka mereka mulai memasukkan es batu atau benda-benda yang bukan makanan ke dalam mulut, seperti kertas atau logam. Menurut dr Wisvici, ini adalah salah satu cara mereka untuk mendapat kepuasan tersendiri saat memasukkan benda ke dalam mulut.
"Suka makan kertas, suka makan es batu, suka ngemut logam. Itu karena indera perasanya kurang bagus, sehingga anak itu cenderung memakan sesuatu untuk memberikan satisfaction atau kepuasan itu adalah salah satu gejala yang bisa ditemui juga," katanya.
Anemia defisiensi besi pada anak dapat menjadi masalah kesehatan fatal jika tidak segera diatasi. Salah satu dampak dari anemia defisiensi besi adalah gangguan pertumbuhan kognitif anak, yang berkaitan dengan kecerdasan serta proses belajar anak.
Adapun berikut ini sederet gejala anemia defisiensi besi lain yang harus diwaspadai:
- Wajah pucat.
- Semangat berkurang.
- Mudah lesu.
- Mudah mengantuk pada usia sekolah.
- Penurunan performa di sekolah.
- Luka di sudut-sudut bibir.
- Kuku berbentuk sendok atau cekung di bagian tengah.
- Kutikula kuku lebih kecil, kering, berserat.
(avk/up)











































