Herannya Menkes Masih Ada Konspirasi Data Genomik Dijual ke Asing

Herannya Menkes Masih Ada Konspirasi Data Genomik Dijual ke Asing

Nafilah Sri Sagita K - detikHealth
Senin, 23 Des 2024 15:30 WIB
Herannya Menkes Masih Ada Konspirasi Data Genomik Dijual ke Asing
Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin. (Foto: Andhika Prasetia)
Jakarta -

Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengaku heran masih ada teori konspirasi di balik peluncuran Biomedical dan Genome Science Initiative (BGSi). BGSi ditujukan sebagai layanan pemeriksaan genetik untuk melihat risiko penyakit seseorang, juga menilai pengobatan apa yang tepat diberikan sesuai dengan profil genetik.

Mengingat, saat penyakit terdeteksi lebih awal, peluang kesembuhan berada di rentang 90 persen. Saat ini, baru ada sembilan center yang siap meluncurkan BGSi termasuk di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM). Sayangnya, masyarakat masih belum bisa mengakses layanan tersebut lantaran dibutuhkan riset dan penyesuaian 'cost' teknologi, untuk bisa juga digunakan dengan BPJS Kesehatan.

"Memang teknologinya karena masih pertama kali masih agak mahal, tapi saya percaya kan kita banyak dapet mesin genome sequences waktu COVID-19 kan itu bisa menurunkan biaya, just a matter of time," beber dia saat ditemui di Gedung RSCM Kencana, Senin (23/12/2024).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Cuma akses BPJS-nya belum, karena kita masih melihat cost efficiency, karena kan itu harus fornas, nanti kita lihat apakah ongkosnya sudah murah atau belum, kalau ternyata nanti ongkosnya turun misal untuk pemeriksaan jantung, kita lihat BGSi, dibandingkan dengan CT scan sudah sama, yasudah kita pakai BGSi."

Sementara teori konspirasi yang dikaitkan dengan peluncuran BGSi berkaitan dengan keamanan data. Konon, data genomik yang dikumpulkan disebut-sebut bisa berpindah tangan dan diperjualbelikan ke luar negeri.

ADVERTISEMENT

Menkes menepis anggapan tersebut, dengan memastikan sudah menyiapkan teknologi standarisasi data secara nasional.

"Kita menstandarisasi data genomik dan dengan proteksi secara nasional data genomik. Sebetulnya perpindahan data itu malah terjadi saat individu bekerja sama-sama luar negeri, tanpa sadar, dia merasa bangga, dia kenal, dia bisa presentasi, dibayarkan tiket dan hotel, tetapi dia tidak tahu bahwa datanya dipakai," sebut dia.

"Justru data-data genomika, data di kita, itu dikonsolidasi di dalam, diproteksi di dalam, diamankan di dalam, dan bisa dikembangkan, terutama oleh pemerintah-pemerintah dalam kebijakan, menangani sejumlah penyakit," pungkasnya.

NEXT: Tes Genomik Apa Saja?

Riset di Indonesia menunjukkan 1 dari 3 penduduk dewasa di Indonesia mengalami obesitas, 2 dari 5 orang juga memiliki kolesterol tinggi, dan 1 dari 9 terkena diabetes melitus. Hal ini menjadi alasan di balik kasus jantung, stroke, ginjal, terus meningkat.

Tes genetik di Indonesia untuk Hiperkolesterolemia Familial, riset di Clinical Research Unit (CRU) RSCM, dan Biomedical and Genome Science Initiative
(BGSi) Kementerian Kesehatan Republik Indonesia ini, bisa melihat mutasi genetik penyebab kolesterol LDL tinggi sehingga memungkinkan intervensi dini dan lebih tepat.

Dua layanan lain yakni farmakogenomik dan nutrigenomik juga dikerjakan di laboratorium genomik CRU RSCM, melihat pengobatan lebih tepat untuk kebutuhan pasien, baik dari sisi efektivitas pengobatan, dosis obat, maupun risiko timbulnya efek samping.

Sementara tes nutrigenomik akan membantu dokter mengatur diet yang dibutuhkan oleh pasien sehingga dapat membantu dalam pencegahan maupun pengelolaan pasien seperti obesitas, diabetes, dan kolesterol tinggi melalui pengaturan diet yang disesuaikan dengan profil genetik pasien.

Halaman 2 dari 2


Simak Video "Video: Menkes Imbau Sopir Bus Cek Kesehatan Jelang Libur Nataru 2025"
[Gambas:Video 20detik]
(naf/kna)

Berita Terkait