Penuhi Hak Konsumen, Implementasi Label Bahaya BPA di Galon Guna Ulang Cukup 2 Tahun

detikcom Leaders Forum

Penuhi Hak Konsumen, Implementasi Label Bahaya BPA di Galon Guna Ulang Cukup 2 Tahun

Devandra Abi Prasetyo - detikHealth
Selasa, 11 Feb 2025 10:00 WIB
Penuhi Hak Konsumen, Implementasi Label Bahaya BPA di Galon Guna Ulang Cukup 2 Tahun
detikcom Leaders Forum (Foto: Agung Pambudhy/detikHealth)
Jakarta -

Komunitas Konsumen Indonesia (KKI) mendorong Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM RI) dan pihak-pihak terkait untuk segera memberikan pelabelan bisfenol A (BPA) pada air minum dalam kemasan (AMDK), termasuk galon guna ulang. Menurut KKI, implementasi aturan ini idealnya dilaksanakan di tahun 2026 atau dua tahun setelah regulasi tersebut dicetuskan BPOM pada April 2024.

"Kami melakukan riset di lima kota besar, hampir 500 responden. BPA ini memang zat berbahaya, karena sudah diatur oleh BPOM. Aturan itu harus disosialisasikan, karena ini sangat penting bagi kami ke depan untuk menentukan pilihan," kata Ketua KKI David Tobing di acara detikcom Leaders Forum, di Jakarta Selatan, Selasa (4/2/2024).

"Salah satu hak konsumen kan adalah memilih. Kami (KKI) merekomendasikan paling lama dua tahun, bukan empat tahun," sambungnya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Regulasi terkait pemberian label peringatan BPA pada galon guna ulang ini tertuang pada Peraturan BPOM Nomor 6 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan BPOM Nomor 31 Tahun 2018.

Senada, Ketua Umum Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia (AIMI) Nia Umar mendorong pemerintah untuk bergerak cepat terkait peraturan ini. Hal ini sebagai salah satu upaya perlindungan terhadap konsumen pengguna galon guna ulang yang jumlahnya cukup banyak.

ADVERTISEMENT

Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2023, sekitar 40,64 persen masyarakat Indonesia mengonsumsi air kemasan, termasuk dari penggunaan galon guna ulang.

"Banyak studi yang menunjukkan risiko BPA itu macam-macam. Saya selalu ingatkan, BPA itu kayak polusi, tapi nggak terlihat. Dikonsumsi aja, menimbun-menimbun dan bisa menimbulkan risiko kesehatan jangka panjang," kata Nia.

"Mbok ya diatur, kalau udah keluar aturannya misal pasang stiker. Ya stiker bisa membantu lah ya untuk ibu-ibu memilih oh ya ini (mengandung BPA). Masak butuh empat tahun sih buat masang stiker aja?" lanjut dia.

Nia menambahkan pemerintah juga harus bertindak sebagai wasit untuk para industri galon guna ulang. Padahal, di banyak negara telah melarang kemasan mengandung BPA untuk makanan atau minuman.

"Hidup kita udah ruwet, mikirin makan anak, urusan rumah, sekarang masih harus mikirin galon yang mana yang bebas BPA. Harusnya ini jadi tanggung jawab pemerintah untuk melindungi rakyatnya," ujar Nia.

"Negara lain taat, kenapa di negara lain taat di sini nggak? Sebenarnya bukan mengatur masyarakatnya, tapi industrinya. 'Silahkan Anda berdagang di negara ini, boleh, tapi nurut aturan main kita, wasitnya saya, pemerintah', harapan saya kayak gitu loh," sambungnya.

Nia menambahkan, langkah cepat yang mungkin bisa diambil adalah dengan pemberian stiker 'mengandung BPA' pada galon guna ulang. Menurutnya, jika hanya pemasangan stiker, bukanlah hal yang berat bagi para industri, pasalnya mereka tentu memiliki modal yang besar.




(dpy/up)

Berita Terkait