Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti buka suara tentang potensi kenaikan iuran peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Rencananya, penyesuaian ini akan dilakukan pada 2026.
"Nah lama-lama kalau kesadaran masyarakat terhadap pola perilakunya, pola demografi, dan pola penyakitnya mahal-mahal kan nggak cukup suatu ketika, harus disesuaikan. Nah yang dibahas ini kira-kira 2026 mulai naik apa nggak," kata Ghufron di Gedung DPR/MPR RI, Jakarta Pusat, Selasa (11/2/2025).
Ali Ghufron menambahkan bahwa penyesuaian tarif iuran peserta JKN memang sudah seharusnya dilakukan. Hal ini untuk menjaga aliran dana BPJS Kesehatan tetap 'sehat'.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Terlebih biaya pengobatan untuk beberapa penyakit juga mengalami kenaikan tahun ke tahun, sehingga penyesuaian tarif nantinya bisa menyeimbangkan beban jaminan dengan pendapatan tarif iuran.
"Nah kita kan bikin beberapa skenario untuk itu sehingga nanti dipertanyakan kira-kira kesiapannya seperti apa paling tidak untuk 2026. 2025 kami pastikan dana jaminan sosial itu sehat, tapi nanti suatu ketika tidak sehat," katanya.
BPJS Kesehatan juga akan mengoptimalkan tim anti-fraud yakni Tim Pencegahan dan Penanganan Kecurangan Jaminan Kesehatan Nasional (PK-JKN) untuk 'menjegal' praktik-praktik nakal oknum rumah sakit.
"Anggotanya ada KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi), BPK (Badan Pengawas Keuangan), Kemenkes, dan BPJS," tegas Ghufron.
Senada, Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin juga menegaskan pentingnya kenaikan tarif iuran BPJS Kesehatan. Mengingat, belum ada penyesuaian tarif baru sejak 2020.
"Sama aja kita ada inflasi 5 persen. Gaji pegawai atau menteri tidak boleh naik selama 5 tahun, itu kan agak menyedihkan juga kalau kita bilang ke karyawan atau supir kita, nggak naik 5 tahun padahal inflasi 15 persen, kan nggak mungkin," ucap Menkes Budi.
Menkes menambahkan belanja kesehatan masyarakat saat ini kenaikannya lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi atau produk domestik bruto (PDB).
Pada 2023, total belanja kesehatan mencapai Rp614,5 triliun atau naik 8,2 persen dari tahun 2022 yang senilai Rp567,7 triliun. Sebelum periode COVID-19 pun pada 2018 belanja kesehatan naik 6,2 persen, dari Rp421,8 triliun menjadi Rp448,1 triliun.
Menurut Menkes Budi kenaikan belanja kesehatan yang sudah melampaui pertumbuhan PDB Indonesia yang hanya di kisaran 5 persen selama 10 tahun terakhir menandakan kondisinya tidak sehat.
(dpy/naf)











































