Belajar dari kasus viral wanita di Jawa Tengah mengalami disfonia hingga harus operasi pita suara, gastroesophageal reflux disease (GERD) tidak boleh dianggap remeh. Penyakit yang dikenal dengan istilah awam asam lambung naik, bisa memicu perubahan suara bahkan hingga sulit berbicara.
Hal itu dialami Aisyah Chintya pasca lebih dari tiga bulan keluhan batuk tak kunjung pulih. Dalam beberapa kali pengobatan, ia bahkan sempat dikira terkena tuberkulosis (TBC).
"Aku pas di dokter umum juga diagnosanya TBC, terus disuruh ke penyakit dalam dan THT setelah dicek keseluruhan rontgen, endoskopi, dan lain-lain alhamdulillah ternyata bukan TBC," bebernya, Senin (10/3/2025).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tapi disfonia kelainan di pita suara yang salah satu penyebabnya tadi bisa asam lambung, juga stres," tutur dia.
Meski kondisinya sudah berangsur membaik, proses penyembuhan membutuhkan waktu berbulan-bulan untuk benar-benar mengembalikan suaranya.
Mengapa Bisa Terjadi?
Dikutip dari Healthline, GERD merupakan kondisi kronis yang terjadi ketika asam lambung mengalir balik ke kerongkongan, saluran yang menghubungkan tenggorokan ke lambung.
Pada GERD, disfungsi sfingter esofagus bagian bawah (tempat esofagus bertemu lambung) menyebabkan asam lambung masuk ke esofagus. Hal ini bisa memicu gejala nyeri ulu hati dan dapat menyebabkan kesulitan menelan (disfagia).
Dalam kasus yang jarang terjadi, disfungsi sfingter esofagus bagian atas (terletak di bawah tenggorokan) dapat menyebabkan asam lambung pada GERD naik ke faring atau bagian belakang tenggorokan.
Walhasil, bisa menyebabkan perubahan pada suara akibat iritasi, peradangan, dan kerusakan pada struktur tenggorokan seperti pita suara. Kerusakan tambahan pada pita suara juga dapat terjadi melalui batuk sekunder, respons alami tubuh terhadap iritasi di tenggorokan.
Gejala perubahan suara dapat meliputi:
- tidak bisa berbicara dengan nada tinggi
- berbicara lebih pelan
- sesak napas
Pada beberapa kasus pasien juga bisa mengalami gejala lebih lanjut, seperti sensasi tersedak, sering membersihkan tenggorokan, batuk kronis, akumulasi lendir atau postnasal drip, sakit tenggorokan, hingga merasa seolah-olah ada sesuatu yang tersangkut di tenggorokan.
Meski jarang terjadi, ada beberapa pasien yang bahkan mengeluhkan gejala mulas, gangguan pencernaan.
Apa bahayanya?
Banyak orang baru melihat perbaikan gejala dalam waktu 2 sampai 3 bulan dengan pengobatan refluks asam. Bila tidak kunjung diobati, bukan hanya akan mengganggu pita suara. Pasien juga berisiko mengalami ulkus mulut, infeksi berulang, radang tenggorokan kronis, batuk terus menerus, esofagus, bahkan fatalnya kanker.
Ada beberapa perubahan gaya hidup yang bisa mengurangi risiko kembali terjadinya disfonia, meliputi:
- penurunan berat badan
- berhenti merokok
- mengurangi porsi makan
- menghindari berbaring setelah makan
- mengonsumsi makanan rendah lemak dan asam
- menghindari minuman berkarbonasi
- membatasi kafein
- meninggikan kepala 6 hingga 8 inci saat tidur
- minum banyak air
- mengistirahatkan suara
- menghindari obat-obatan yang mengeringkan selaput lendir
- menghindari makanan pedas
- mengonsumsi makanan dengan vitamin A, E, dan C
- mendapatkan tidur yang berkualitas
- menghindari obat kumur dengan kandungan keras
(naf/kna)











































