Terungkapnya kasus pemerkosaan di RSUP Hasan Sadikin Bandung memicu kekhawatiran nihilnya pengawasan di rumah sakit. Termasuk, bagaimana SOP peserta program pendidikan dokter spesialis (PPDS) berpraktik di RS, terutama dalam penggunaan obat-obatan.
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengungkap temuan dari evaluasi kurang lebih sebulan sejak ditutupnya prodi anestesi FK Universitas Padjajaran (Unpad) di RSHS.
Rupanya, banyak praktik yang dilimpahkan pada residen, tanpa didampingi konsulen. Padahal, secara regulasi, praktik wajib dilakukan konsulen. Residen mengamati, mempelajari, melakukan tindakan dengan pendampingan, sebagai bagian dari proses PPDS.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kami lihat memang harus ada perbaikan yang serius di rumah sakit pendidikan. Bagaimana secara keseluruhan si peserta didik program dokter spesialis ini itu harus selalu bekerja atau belajar diawasi oleh gurunya. Jadi tidak boleh dia dilepas begitu saja," sorot Menkes dalam konferensi pers Senin (21/4/2024).
"Nanti kami akan perketat karena itu tadi yang disampaikan Pak Rektor. Kami sering dengar bahwa konsulen-nya tidak mengajar, mereka yang ajar malah seniornya, itu serius dan itu harus ada perbaikan."
Hal yang sama terjadi pada kasus bullying di RSUP Semarang. Pekerjaan yang seharusnya dilakukan langsung oleh dokter spesialis anestesi, banyak dibebankan pada PPDS tanpa pengawasan.
Bukan hanya bisa berdampak buruk pada pendidikan, hal ini tentu dikhawatirkan bisa memicu risiko keamanan penanganan pasien. Menkes mencontohkan kemungkinan yang bisa terjadi saat hal ini dilakukan pada proses operasi.
"Saya mulai mengamati bahwa ternyata yang melakukan pekerjaan anestesi di rumah sakit di ruang bedah adalah PPDSnya," tukasnya.
"Jadi saya serius akan memperbaiki cara kerja dokter-dokter anestesi, bahwa di seluruh dunia demi patient safety sejak pasien masuk ruang operasi sampai keluar itu dokter anestesinya harus selalu ada di situ. Karena kalau terjadi apa-apa pasiennya bisa celaka," lanjut dia.
Senada, Rektor Universitas Padjadjaran Arief Sjamsulaksan Kartasasmita juga menekankan praktik yang dilakukan peserta PPDS tanpa pendampingan konsulen jelas menyalahi aturan. Hal ini menurutnya bisa terjadi lantaran tidak sedikit dokter yang sibuk bepergian saat proses pelayanan.
"Lalu kenapa terjadi selama ini tidak oleh spesialisnya? Saya sampaikan oleh Pak Menteri Kesehatan tadi memang kebanyakan dokter ini sibuk pergi kemana-mana dan alhamdulillah sekarang Kementerian Kesehatan sudah melakukan aturan sehingga semua dokter harus berada di tempat pada saat melakukan pelayanan yang notabene adalah melakukan pendidikan," sebut dia.
"Karena tadi ditanyakan juga bagaimana sebetulnya seorang dokter bisa melakukan pelayanan sekaligus pendidikan. Karena spesialis pada saat dia memberikan pelayanan pada saat itulah dia memberikan pengajaran. Jadi langsung memberikan pengajaran proses pendidikan," pungkasnya.
(naf/kna)











































