Sebuah tren baru tengah menjamur di kalangan generasi muda China, terutama gen Z dan milenial. Mereka menyebut dirinya sebagai 'manusia tikus' atau lao shu ren dalam bahasa Mandarin, istilah viral yang mencerminkan gaya hidup menyendiri, nokturnal, dan menjauh dari tekanan kompetitif masyarakat modern.
Tren ini muncul sebagai bentuk perlawanan diam-diam terhadap budaya kerja keras tanpa mengenal waktu dan efisiensi ekstrem yang telah lama mendominasi kehidupan sosial dan profesional di China.
Seperti yang dialami seorang mahasiswa magister asal China, pasca menempuh studi di King's College London, Pu Yiqin (23). Pu adalah salah satu dari banyak anak muda yang mengidentifikasi dirinya sebagai 'manusia tikus'. Melalui vlog harian yang diunggah di platform Xiaohongshu, Pu mendokumentasikan rutinitas sejak pagi hingga larut malam dan penuh keterasingan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sebagian besar waktu kami dihabiskan di rumah, seperti tikus yang hidup dalam kegelapan," ujarnya. Ia menyebut bahwa tirai kamarnya selalu tertutup karena tikus butuh pencahayaan redup untuk bertahan.
Fenomena ini tidak hanya populer di China, tetapi juga mulai digunakan oleh mahasiswa China di luar negeri, seperti di Inggris dan Singapura. Sebuah unggahan viral oleh seorang perempuan muda dari Provinsi Zhejiang, yang membagikan rutinitas menyendirinya, bahkan mengumpulkan lebih dari 400.000 likes di Xiaohongshu.
Meski tampak ringan dan jenaka, tren ini mencerminkan tekanan nyata yang dirasakan anak muda China, mulai dari persaingan pendidikan seperti ujian gaokao yang ketat, hingga tingkat pengangguran pemuda yang mencapai 15,8 persen pada April 2025. Ditambah lagi, dengan lebih dari 12 juta lulusan universitas tahun ini, pasar kerja menjadi semakin sesak dan tidak seimbang.
Tren manusia tikus dianggap sebagai evolusi dari fenomena tang ping atau 'berbaring', saat anak muda memilih untuk keluar dari perlombaan sosial dan menolak ekspektasi masyarakat. Menurut Yuan Yuan, dosen di Xi'an Jiaotong-Liverpool University, manusia tikus adalah simbol keputusan untuk berhenti bersaing sepenuhnya.
"Ini adalah bentuk menyerah pada tangga sosial. Mereka memilih beraktivitas di malam hari, di internet, dan cukup sekadar 'ada' dalam masyarakat," beber dia, dikutip dari CNA, Minggu (8/6/2025).
NEXT: Antara Humor dan Kepedihan
Bagi banyak anak muda, istilah manusia tikus merupakan bentuk zi hei,humor merendahkan diri sendiri yang digunakan untuk menertawakan situasi sulit tanpa memperlihatkan kelemahan secara langsung.
"Mungkin karena tekanan besar yang dihadapi, anak muda jadi menikmati humor seperti ini," kata Pu. Meski demikian, ia menekankan bahwa manusia tikus bukan berarti malas atau menyerah sepenuhnya.
"Banyak dari kami memang hidup dalam lingkungan yang tidak ideal, tapi kami tetap berusaha menyelesaikan apa yang perlu diselesaikan. Kami hanya memilih untuk menjalani hidup dengan ritme kami sendiri," tambahnya.
Fenomena ini dinilai sebagai cerminan dari krisis struktural yang lebih luas di China, mulai dari ketimpangan antara pendidikan dan lapangan kerja, tekanan sosial yang tinggi, hingga hilangnya harapan atas mobilitas sosial.
Di tengah kondisi ini, manusia tikus menjadi identitas alternatif yang memberi ruang bagi anak muda untuk merefleksikan diri dan meredefinisi nilai hidup di luar tuntutan sosial yang kaku.











































