Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Bogor bekerja sama dengan pihak kepolisian menggerebek pesta gay di Puncak, Megamendung, Bogor Jawa Barat. Sebanyak 75 peserta peserta pesta dilakukan pemeriksaan terkait Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan sifilis.
"Dari 75 orang yang diperiksa, sebagian ada yang reaktif HIV, ada yang reaktif sifilis, dan ada yang non-reaktif keduanya. (Jumlahnya) 30 orang yang reaktif dan 45 yang non-reaktif," kata Kadinkes Kabupaten Bogor Fusia Meidiyawaty kepada detikcom, Selasa (24/5/2025).
Apa Arti 'Reaktif HIV-Sifilis'?
Dalam skrining awal, puluhan peserta dinyatakan reaktif sifilis dan HIV. Tapi apa arti dari 'reaktif' tersebut?
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pakar seks dr Boyke Dian Nugraha menyebut 'reaktif' menandakan kemungkinan besar yang bersangkutan positif HIV dan sifilis. Namun, diperlukan tes lanjutan untuk mendapatkan konfirmasi resmi.
Dalam konteks pemeriksaan HIV, dr Boyke mencontohkan pemeriksaan western blot. Pemeriksaan western blot menurutnya tidak digunakan sebagai tes skrining awal, tetapi sebagai tes konfirmasi setelah tes ELISA (atau tes cepat) menunjukkan hasil positif.
"HIV reaktif itu lebih kepada skrining, rapid test, belum 100 persen positif. Untuk memastikannya ada pemeriksaan lanjutan seperti western blot test yang lebih canggih," tegasnya saat dihubungi detikcom Selasa (24/6/2025).
Pasangan Gay Lebih Rentan HIV
Menurut dr Boyke, kelompok yang melakukan hubungan seks melalui anus memiliki risiko berkali-kali lipat tertular HIV, dibandingkan mereka yang berhubungan melalui vagina. Selain itu, dr Boyke juga menyoroti hasil gonore yang ikut reaktif, menandakan kemungkinan positif HIV lebih besar.
"Karena anus tidak diciptakan untuk hubungan seks, namun anus itu diciptakan untuk buang air besar, sehingga dinding khusus yang tipis itu lebih memudahkan penetrasi daripada virus HIV dan AIDS," katanya.
NEXT: Apa Gejala Awal HIV?
dr Boyke mengatakan bahwa HIV jarang menunjukkan gejala di tahap awal. Namun, mereka yang terinfeksi sudah bisa menularkan ke orang lain. Fase ini dinamakan fase jendela saat tubuh masih terus melawan virus.
"Karena virus HIV itu kan terus bereproduksi terus kan virusnya. Makanya harus dibantu dengan pemberian antiretroviral, antiretrovirus. Supaya dikasih obat virus itu, virusnya juga banyak yang mati," katanya.
dr Boyke menyoroti pentingnya pendekatan yang dilakukan oleh pemerintah tanpa memberikan stigma, sehingga populasi kunci terbuka dengan statusnya. Pasalnya, hal ini relatif penting demi menekan penularan kasus HIV terus meluas.
Sejalan dengan masih sedikitnya temuan kasus dari estimasi HIV menurut Kemenkes RI yang mencapai 60 persen dari total yang terlaporkan.
"Artinya PR kita masih banyak," pungkasnya.
Simak Video "Video: Apa Tantangan Terbesar Hidup sebagai Perempuan dengan HIV?"
[Gambas:Video 20detik]
(dpy/up)











































