Muncul Fenomena 'Childfree' di RI, BKKBN Singgung soal Pemicunya

Muncul Fenomena 'Childfree' di RI, BKKBN Singgung soal Pemicunya

Suci Risanti Rahmadania - detikHealth
Jumat, 04 Jul 2025 13:20 WIB
Pandemi COVID-19 DKI Jakarta makin hari makin terkendali. Salah satu indikatornya persentase kasus positif COVID-19 sudah berada di angka 0,9 persen.
Ilustrasi warga Indonesia (Foto: Pradita Utama)
Jakarta -

Deputi Bidang Pengendalian Kependudukan, Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga (Kemendukbangga/BKKBN) Dr Bonivasius Prasetya Ichtiarto, S Si, M Eng, mengatakan ada sejumlah alasan yang membuat pasangan di Indonesia memilih untuk tidak memiliki anak atau menjalani hidup childfree.

Menurutnya, permasalahan seperti kesehatan hingga trauma masa lalu juga bisa memicu pasangan enggan untuk memiliki anak.

"Penyebabnya apa? Banyak sekali, misalkan kesehatan, ada problem di perempuannya. Ada juga penyebabnya, mohon maaf, trauma. Karena trauma keluarganya," ujar Boni saat ditemui di agenda Press Briefing State of World Population (SWP) 2025, di Jakarta Pusat, Kamis (3/7/2025).

Boni mengatakan, seseorang yang pernah mengalami kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) juga memilih untuk tak memiliki anak.

ADVERTISEMENT

Keputusan tersebut, lanjutnya, sebagai upaya menghindari trauma atau siklus kekerasan berulang pada generasi berikutnya.

"KDRT misalkan. Itu terjadi juga, dia nggak mau anaknya mengalami hal serupa. Menikah pun nggak mau karena takut anaknya jadi korban seperti itu," lanjutnya lagi.

Di sisi lain, Kemendukbangga mencatat angka childfree di Indonesia masih sangat kecil, hanya di bawah 0,01 persen. Fenomena ini umumnya terjadi di daerah perkotaan.

Meskipun tergolong kecil, Boni menyebut hal ini tetap harus dikendalikan agar tidak berdampak terhadap turunnya angka fertilitas nasional.

Adapun angka pertumbuhan penduduk di Indonesia sekitar 1,1 persen, dengan angka kelahiran total atau total fertility rate (TFR) 2,11 persen. Menurut Boni, angka tersebut sudah ideal, namun pemerintah tetap harus memastikan angka kelahiran di tiap daerah merata.

"Kebanyakan di perkotaan memang. Tapi saya katakan masih kecil. Ini terpengaruh oleh media sosial. Jadi (semacam) tren," kata Boni.




(suc/kna)