Brasil mengumumkan hasil autopsi kedua Juliana Marins yang meninggal di dekat kawah Gunung Rinjani, Indonesia. Hasil autopsi dari otoritas Brasil menyebut Juliana diperkirakan bertahan hidup selama sekitar 10 hingga 15 menit setelah benturan.
Dikutip dari laman Oglobo Globo Brasil, hasil laporan mengatakan bahwa Juliana tidak memiliki peluang untuk bergerak atau memberikan respons yang efektif.
Dokumen Kepolisian Sipil juga menjelaskan kemungkinan 'periode agonal', yakni sebuah fase antara trauma dan kematian. Itu ditandai dengan stres ekstrem dan kegagalan organ progresif.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Para ahli meyakini perempuan muda itu mengalami luka fatal dan menderita beberapa menit sebelum kematiannya.
Seperti autopsi pertama yang dilakukan di Indonesia, analisis baru ini tidak dapat menentukan hari dan waktu kematian secara akurat. Keluarga Juliana menuduh pihak berwenang Indonesia lalai, terutama karena keterlambatan operasi penyelamatan.
Sebelumnya, dikutip dari Independen UK, Juliana disebutkan meninggal karena perdarahan internal yang disebabkan oleh kerusakan organ dan patah tulang akibat trauma benda tumpul. Di laporan tersebut, disebutkan Juliana diperkirakan meninggal dunia kurang dari 20 menit setelah perdarahan terjadi.
Juliana jatuh dari tebing pada 21 Juni 2025 saat mendaki Gunung Rinjani. Ia masih hidup setelah jatuh, tetapi bantuan baru tiba hampir 90 jam kemudian.
Jenazahnya baru dievakuasi dari lokasi kejadian pada tanggal 25 Juni, dengan bantuan para relawan dan tim penyelamat setempat.
Untuk menghormati perempuan muda tersebut, Pemerintah Kota Niterói, di Wilayah Metropolitan Rio, meresmikan sebuah plakat bertuliskan namanya di Camboinhas pada hari Selasa. Tempat pengamatan dan Pantai Sossego juga diganti namanya untuk mengenang Juliana Marins.
(sao/kna)











































