Cerita Wanita Samarinda Kena Kanker Saluran Empedu Stadium 4 di Usia 38, Dikira Maag

Cerita Wanita Samarinda Kena Kanker Saluran Empedu Stadium 4 di Usia 38, Dikira Maag

Suci Risanti Rahmadania - detikHealth
Minggu, 13 Jul 2025 12:47 WIB
Cerita Wanita Samarinda Kena Kanker Saluran Empedu Stadium 4 di Usia 38, Dikira Maag
Wanita di Samarinda mengidap kanker saluran empedu stadium 4 di usia 38 tahun (Foto: Instagram/thea_agatha/izin yg bersangkutan)
Jakarta -

Seorang wanita berdomisili di Samarinda, Kalimantan Timur, membagikan kisahnya yang didiagnosis kanker saluran empedu stadium 4 di usia yang masih muda, yakni 38 tahun. Wanita bernama Agatha itu tak menyangka gejala seperti maag yang dirasakan menjadi awal dari perjalanan panjang melawan kanker saluran empedu stadium akhir.

Agatha mengatakan, awalnya ia mengalami nyeri di lambung, seperti sakit maag biasa. Selama sebulan, ia bahkan sempat tiga kali keluar masuk UGD. Meski telah mendapatkan pengobatan, kondisi Agatha tak kunjung membaik, bahkan semakin memburuk.

"Tiga kali juga diinject dan didiagnosa hanya sakit maag, namun yang terakhir setelah di-inject obat maag, maag tidak kunjung sembuh, malah semakin parah dan disertai demam," ucapnya saat dihubungi detikcom, Selasa (8/7/2025).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Wanita yang kini berusia 39 tahun itu juga mengalami gejala berupa rasa nyeri yang mengarah ke bagian kanan atas perut, tepat di bawah rusuk, gatal-gatal di telapak tangan dan kaki, lalu merambat ke seluruh tubuh, bahkan ia juga merasakan perubahan warna kulit menjadi kuning hingga gelap, cepat lelah, serta mengalami demam dan menggigil hampir setiap hari.

Beberapa dokter spesialis penyakit dalam di Samarinda awalnya mendiagnosisnya hanya mengalami gangguan ringan pada hati. Namun, Agatha merasa ada yang tidak beres.

ADVERTISEMENT

"Karena saya tidak puas dengan hasilnya, saya cek ke dokter spesialis dalam lainnya dan di-USG abdomen, ditemukan ada batu empedu. dan saya diberi obat penghancur batu empedu," ucap Agatha.

"Namun Kondisi tidak kunjung membaik, semakin menguning hingga badan lemas sampai saya tidak bisa kerja dan aktivitas normal, BB turun drastis (waktu itu dalam sebulan saya turun 3 kg), sering sesak napas, kemudian saya cek ke dokter Gastroentero Hepatologi, dan diarahkan untuk Magnetic Resonance Cholangiopancreatography (MRCP)," lanjutnya.


Hasil MRCP menunjukkan terdapat batu yang menyumbat saluran empedu utama dan ditemukan kelainan struktur hati. Agatha lalu dirujuk ke dokter bedah digestif di Samarinda, yang menyebut kondisi tersebut kemungkinan merupakan kelainan bawaan atau genetik.

Merasa pengobatan wilayahnya terlalu lambat dengan kondisi yang terus melemah menggunakan kursi roda, Agatha akhirnya memutuskan untuk ke Jakarta pada Agustus 2024 untuk mendapatkan perawatan lebih lanjut.

Di sana, seluruh pemeriksaan diulang. Pada September 2024, ia menjalani operasi pertama, dan hasil patologi anatomi (PA) menunjukkan adanya tumor ganas di saluran empedu yang sudah menyebar ke hati.

"Kemudian kami pulang. kondisi saya juga semakin membaik. namun bulan November muncul gejala kembali, yaitu kulit saya mulai menguning sampai ke mata saya. Urine juga kuning pekat seperti teh. hal ini terjadi terutama jika kondisi tubuh saya terlalu lelah," tuturnya.

Keadaan semakin memburuk dan pada pertengahan Januari 2025, Agatha kembali ke Jakarta dalam kondisi yang sangat lemah. Berat badannya turun hingga total 10 kilogram, bahkan ia juga mengalami mual, muntah, demam menggigil, sesak napas, dan kelelahan ekstrem.

Saat dirawat inap di Jakarta, Agatha baru benar-benar mendapatkan penjelasan dari dokter bahwa sejak September 2024 ia telah terdiagnosis kanker saluran empedu yang telah menyebar ke hati (metastasis) atau stadium 4.


Pada Februari 2025, ia kembali menjalani operasi kedua berupa prosedur by pass lambung dan usus (Longmire Procedure). Dari jaringan yang diambil saat operasi, diketahui bahwa sel kanker juga telah menyebar ke duodenum atau usus dua belas jari.

"Jadi waktu saya umur 3 tahun itu saya pernah dioperasi karena kista di hati dan usus di bypass. nah kata dokter, kemungkinan penyakit yang dulu itu mengamuk atau muncul lagi setelah puluhan tahun. tapi sebelumnya saya juga sudah beberapa kali operasi angkat tumor jinak di payudara," sambungnya.

"Jadi badan saya seperti lahan subur untuk tumor, seperti itu," ungkapnya lagi.

Pada akhir Mei 2025, Agatha menjalani prosedur Endoscopic Retrograde Cholangiopancreatography (ERCP) dan dipasang tiga stent di saluran empedu untuk mencegah penyumbatan. Pada bulan Juni 2025, ia memilih menjalani imunoterapi, setelah mempertimbangkan bahwa kemoterapi memiliki kemungkinan keberhasilan yang sangat kecil.

"Seharusnya dengan kondisi gatal-gatal seperti ini saya sudah harus kontrol ke dokter dan kemungkinan ganti stent, namun posisi saya masih di Samarinda, paling lambat awal bulan depan saya kembali lagi ke Jakarta," ucapnya.

Halaman 2 dari 2
(suc/up)

Berita Terkait