Kecerdasan buatan atau artificial intelligence (AI) sudah menyasar berbagai bidang, termasuk dunia kedokteran. Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menegaskan dokter yang menolak AI justru akan tertinggal dari arus kemajuan teknologi.
Menurutnya, AI bukanlah ancaman, melainkan alat bantu untuk meningkatkan kualitas layanan medis, terutama dalam hal akurasi diagnosa dan tindakan medis seperti operasi.
"Dokter harus pakai AI. AI nggak mungkin tanpa dokter. Tapi dokter yang memusuhi AI justru akan terbelakang," tegas Menkes di Jakarta, Rabu (16/7/2025).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Budi melihat AI sebagai pelengkap yang akan memperkuat peran dokter, bukan menggantikannya.
Misalnya, dalam operasi bedah presisi, teknologi robotik berbasis AI dapat membantu mengurangi risiko kesalahan dan meningkatkan akurasi tindakan.
Namun, pendekatan terhadap AI tidak bisa bersifat hitam-putih. Epidemiolog sekaligus pakar kesehatan global, Dicky Budiman, mengingatkan dunia kedokteran adalah dunia etik, empati, dan kehati-hatian.
Menurutnya, penggunaan AI harus dilakukan secara bertahap, berbasis bukti, dan tetap menjunjung prinsip-prinsip etika medis.
"Kita harus siap terbuka terhadap teknologi, termasuk AI. Tapi pendekatannya tidak bisa dikotomis, antara mendukung atau memusuhi. Adaptasi terhadap AI harus dilakukan secara etis, perlahan, dan berbasis bukti," ujar Dicky.
Dicky menyoroti berbagai manfaat nyata AI di bidang medis. Untuk apa saja?
AI sejauh ini sudah digunakan untuk analisis citra medis (radiologi dan patologi digital). Bahkan, akurasinya relatif sangat tinggi, mendekati atau mencapai kemampuan diagnosis rata-rata manusia.
AI juga dipakai untuk memprediksi penyakit kronis berdasarkan data rekam medis elektronik, hingga efisiensi administrasi seperti triase otomatis di IGD dan pengelolaan antrian. Belajar pada negara maju, misalnya China, teknologi bedah dengan bantuan AI sudah digunakan untuk meningkatkan presisi tindakan.
"AI, dengan segala potensinya, bukanlah pengganti manusia. Justru, ia memperluas kemampuan dokter dalam mengambil keputusan medis yang lebih tepat dan cepat. Namun, kunci keberhasilannya tetap terletak pada integrasi yang bijak, dengan tetap menempatkan dokter sebagai pengambil keputusan utama, dan etika sebagai fondasi utama dalam setiap inovasi," beber Dicky.
(naf/kna)











































