Soal Pemicu Kematian Penulis 'I Want to Die but I Want to Eat Tteokbokki'

Soal Pemicu Kematian Penulis 'I Want to Die but I Want to Eat Tteokbokki'

Sarah Oktaviani Alam - detikHealth
Sabtu, 18 Okt 2025 17:25 WIB
Soal Pemicu Kematian Penulis I Want to Die but I Want to Eat Tteokbokki
Menyoal pemicu kematian penulis Baek Se-hee. (Foto: Instagram/_baeksehee)
Jakarta -

Penulis ternama di Korea Selatan Baek Se-hee meninggal dunia. Wanita yang terkenal lewat karya bukunya yang berjudul 'I Want to Die But I Want to Eat Tteokbokki' menghembuskan napas terakhirnya di usia 35 tahun.

Sejauh ini, penyebab kematiannya masih belum diungkapkan. Tetapi, Badan Donasi Organ Korea mengungkapkan bahwa Baek telah mendonorkan jantung, paru-paru, hati, dan kedua ginjalnya yang berhasil menyelamatkan banyak nyawa.

Wanita kelahiran 1990 itu juga diketahui menjalani perawatan psikiatris selama hampir satu dekade. Ia sering kali memanfaatkan pengalamannya sendiri untuk mengeksplorasi kompleksitas kesehatan mental.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ide untuk memoarnya muncul setelah ia mulai membagikan kutipan dari catatan terapinya di sebuah blog, sebuah refleksi yang beresonansi dengan banyak pembaca daring.

ADVERTISEMENT

Pertama kali diterbitkan di Korea pada tahun 2018 dan kemudian di Inggris oleh Bloomsbury pada tahun 2022, I Want to Die But I Want to Eat Tteokbokki menggabungkan percakapan jujur dengan psikiaternya tentang distimia, suatu bentuk depresi yang persisten, dan esai-esai yang sangat pribadi tentang perjuangan, citra diri, dan keinginannya untuk sembuh.

Diketahui, Baek mengidap kondisi yang disebut sebagai distimia. Itu merupakan suatu bentuk depresi yang persisten.

Dalam bukunya 'I Want to Die But I Want to Eat Tteokbokki', Baek menggabungkan percakapannya dengan psikiaternya tentang distimia. Ia juga mencantumkan esai-esai yang sangat pribadi tentang perjuangan, citra diri, dan keinginannya untuk sembuh.

Menyoal Distimia

Dikutip dari Times of India, distimia atau gangguan persisten adalah bentuk depresi yang berlangsung lama, tetapi lebih ringan. Tidak seperti kesedihan biasa, distimia mempengaruhi suasana hati, energi, dan pikiran seseorang selama berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun.

Banyak orang dengan distimia juga dapat mengalami episode depresi mayor. Depresi adalah kondisi medis serius yang mengubah cara seseorang makan, tidur, berpikir, dan merasa tentang diri mereka sendiri.

Depresi bukanlah masalah kehilangan kesadaran atau tanda kelemahan. Ini dapat pulihkan dengan terapi, pengobatan, atau keduanya.

Menurut Johns Hopkins Medicine, distimia memengaruhi wanita dua kali lebih sering daripada pria. Beberapa individu juga mungkin mengalami depresi mayor atau gangguan bipolar.

Meskipun tidak ada penyebab tunggal yang diketahui, kondisi ini sering diturunkan dalam keluarga, meskipun gen spesifiknya belum teridentifikasi.

Gejala Distimia

Meskipun lebih ringan daripada depresi mayor, distimia bersifat persisten dan dapat secara signifikan mempengaruhi kehidupan sehari-hari. Gejalanya meliputi:

  • Perasaan sedih, hampa, atau cemas yang berkepanjangan.
  • Kesulitan berkonsentrasi atau mengambil keputusan.
  • Energi rendah atau kelelahan kronis.
  • Perasaan putus asa.
  • Perubahan nafsu makan atau berat badan.
  • Gangguan tidur, seperti insomnia atau tidur berlebihan.
  • Merasa harga diri rendah.

Halaman 4 dari 3


Simak Video "Video Lansia Juga Bisa Alami Gangguan Kesehatan Mental, Seperti Apa?"
[Gambas:Video 20detik]
(sao/naf)

Berita Terkait