Kebiasaan mengonsumsi hingga delapan kaleng minuman energi setiap hari diduga berkontribusi terhadap terjadinya stroke pada seorang pria paruh baya asal Sherwood, Nottingham, Inggris.
Delapan tahun setelah kejadian tersebut, pria yang identitasnya dirahasiakan itu masih mengalami mati rasa kronis di sisi kiri tubuhnya.
"Saya jelas tidak menyadari bahayanya," ungkap pasien tersebut dalam laporan studi kasus yang dipublikasikan dalam jurnal BMJ Case Reports, dikutip Senin (15/12/2025).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sampai sekarang saya masih merasakan mati rasa di sisi kiri tubuh, termasuk tangan, jari, kaki, dan jari kaki."
Meski belum dapat dipastikan apakah kebiasaan minum minuman energi secara langsung menyebabkan terbentuknya gumpalan darah di otaknya, minuman berkafein tinggi diketahui dapat meningkatkan tekanan darah dalam jangka pendek. Sejumlah ilmuwan juga khawatir konsumsi jangka panjangnya dapat berdampak kumulatif terhadap kesehatan tubuh.
Lebih lanjut, saat pertama kali datang ke unit gawat darurat dengan gejala stroke pada usia 50-an tahun, tekanan darah sistolik pria tersebut berada pada tingkat krisis hipertensi.
Hipertensi merupakan faktor risiko paling penting untuk stroke iskemik. Pemeriksaan pemindaian otak pun mengonfirmasi adanya gumpalan darah di otak pasien.
"Hasil pemeriksaan menunjukkan tekanan darahnya sangat tinggi, sekitar 254/150 mmHg. Padahal dari luar, ia tampak sangat sehat. Inilah mengapa hipertensi sering disebut silent killer," beber dr Sunil Munshi, dokter konsultan di Nottingham University Hospitals NHS Trust.
Setelah mendapat pengobatan, tekanan darahnya sempat menurun dan ia dipulangkan setelah tiga hari perawatan. Namun, beberapa bulan kemudian tekanan darahnya kembali meningkat, meski dosis obat telah ditambah oleh dokter.
Setelah dilakukan penelusuran lebih lanjut, pasien mengaku rutin mengonsumsi rata-rata delapan minuman energi setiap hari. Artinya, ia mengasup hingga 1,3 gram kafein per hari, jauh melebihi batas aman yang umumnya direkomendasikan, yakni sekitar 400 miligram per hari.
"Setiap hari ia minum delapan kaleng minuman energi berkadar tinggi untuk tetap terjaga saat bekerja di gudang, dua kaleng, empat kali sehari," kata Munshi. Setiap kaleng mengandung sekitar 160 miligram kafein.
Kondisi Pasien Setelah Stop Minum Minuman Berenergi
Setelah benar-benar menghentikan konsumsi minuman energi, tekanan darah pasien kembali stabil. Dokter bahkan secara bertahap dapat menghentikan obat hipertensinya.
Kini, delapan tahun setelah serangan stroke pertamanya, kondisi pasien hampir sepenuhnya pulih. Namun, gangguan sensorik berupa mati rasa masih bertahan.
"Seperti yang ditunjukkan dalam laporan kasus ini, konsumsi minuman energi baik secara akut maupun kronis berpotensi meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular dan stroke. Yang penting, dampak ini kemungkinan dapat dibalik," tulis laporan tersebut.
Para peneliti juga menyoroti jumlah kafein yang tercantum biasanya hanya mencakup kafein murni. Padahal, bahan lain dalam minuman energi dapat mengandung 'kafein tersembunyi'. Salah satunya adalah guarana, yang disebut memiliki kadar kafein hingga dua kali lipat biji kopi.
Meski begitu, dampak jangka panjang konsumsi kafein tinggi terhadap tubuh masih belum sepenuhnya dipahami.
"Meski bukti ilmiah saat ini belum konklusif, kami menilai peningkatan regulasi penjualan dan iklan minuman energi, yang kerap menyasar kelompok usia muda, dapat memberikan manfaat bagi kesehatan jantung dan pembuluh darah masyarakat di masa depan," tulis para peneliti.
Tim peneliti juga menyarankan tenaga kesehatan untuk menanyakan kebiasaan konsumsi minuman energi pada pasien dengan hipertensi yang tidak jelas penyebabnya atau stroke yang terjadi di usia muda.











































