Dunia medis tak lepas dari modernitas yang menuntut semuanya serba cepat. Faktanya, beberapa pekerjaan sangat menyita waktu para dokter, salah satunya menghitung dosis obat.
Survei internal Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) mencatat 90 persen dokter kesulitan memperoleh referensi medis secara cepat, sementara 73 persen membutuhkan waktu lebih dari sepuluh menit hanya untuk mencari dosis obat. Kondisi tersebut berkontribusi pada risiko medication error yang masih berada di kisaran 9-10 persen.
Banyak faktor yang membuat pekerjaan menghitung dosis tidak bisa dilakukan dengan cepat. Salah satunya, panduan obat-obatan selalu berubah mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan. Dokter-dokter dituntut untuk memilah informasi yang paling up to date supaya tidak salah meresepkan obat.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ini kami kan harus selalu update. Bagaimana dosisnya, apa efek sampingnya dan lain sebagainya," kata dr Muhammad Raoul Taufiq Abdullah, seorang dokter residen FKUI, kepada detikcom di Jakarta Pusat, Jumat (12/12/2025).
Ketersediaan informasi tentang obat juga tidak selalu terkumpul di satu tempat. Menelusuri sumber-sumber yang dibutuhkan membuat perhitungan dosis obat jadi makin menantang.
"Masih tersebar, kadang-kadang kita mesti beli buku. Kadang-kadang kita mesti googling juga nyari-nyari dulu gitu ya. Nggak instant, gak praktis," terang dr Raoul.
Berangkat dari masalah tersebut, dr Raoul bersama koleganya dr Armand Achmadsyah membuat terobosan berbasis Artificial Intelligence (AI) yang mereka namakan DokterGPT. Inovasi berteknologi GPT yang dikustomisasi dan Retrieval Augmented Generation (RAG) dengan basis data yang mencakup lebih dari 400 diagnosis, 200 pedoman nasional, dan 1.000 data obat yang dikurasi oleh dokter Indonesia.
"Tujuannya bukan untuk menggantikan peran dokter. Namun untuk menjadi asisten dokter, asisten medis virtual berbasis AI pertama di Indonesia," sambungnya.
Inovasi ini meraih pendanaan Program Akselerasi Startup UI Incubate 2025, setelah terpilih melalui seleksi nasional oleh Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi.
"Alhamdulillah kami menjadi satu dari dua startup terpilih," kata dr Raoul.
Pendanaan sebesar Rp 499,8 juta dari UI Incubate 2025 akan digunakan untuk memperkuat teknologi inti dan memperluas basis data medis nasional dan membantu para dokter hingga perawat dengan sedikit mempermudah pekerjaan mereka.
(dpy/up)











































