Investigasi KKI Ungkap Galon Lanjut Usia Masih Beredar Luas di Jabodetabek

Investigasi KKI Ungkap Galon Lanjut Usia Masih Beredar Luas di Jabodetabek

Ihfadzillah Yahfadzka - detikHealth
Selasa, 16 Des 2025 14:35 WIB
Investigasi KKI Ungkap Galon Lanjut Usia Masih Beredar Luas di Jabodetabek
Foto: Istimewa
Jakarta -

Komunitas Konsumen Indonesia (KKI) merilis hasil investigasi lapangan terbaru bertajuk 'Investigasi Ganula Air Minum di Jabodetabek'. Investigasi ini dilakukan di 60 toko kelontong di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi.

Hasil investigasi menunjukkan, secara keseluruhan 57% galon yang beredar diperkirakan berusia lebih dari dua tahun meskipun pakar menyarankan pemakaian maksimal hanya satu tahun untuk mencegah pelepasan zat kimia berbahaya dari plastik polikarbonat.

Ketua KKI, David Tobing mengungkapkan Investigasi KKI menemukan galon yang sudah jauh melewati batas usia pemakaian wajar. Galon dengan kode produksi tahun 2012 ditemukan beredar di Bogor, sedangkan galon produksi 2016 masih dijual di Tangerang.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Ketika kami menemukan galon berumur 13 tahun, itu bukan lagi red flag, itu sirene bahaya," ujar David melalui keterangan tertulis, Senin, (12/11/2025).

"Galon-galon ini sudah termasuk kategori Galon Lanjut Usia atau Ganula. Produsen wajib menariknya dari pasar. Ini soal keselamatan manusia, bukan sekadar soal kemasan," imbuhnya.

ADVERTISEMENT

Kelayakan fisik, usia pemakaian, dan keamanan Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) galon juga menjadi sorotan dalam investigasi. Tim KKI menemukan kondisi galon yang jauh dari kata layak.

Sebanyak 80% galon atau 8 dari 10 galon yang dicek tampak buram dan kusam, seolah telah melewati siklus pemakaian tanpa kontrol kualitas. Lebih dari itu, 55% galon ditemukan dalam kondisi lusuh dan berdebu, menunjukkan bahwa aspek kebersihan bukan lagi prioritas dalam distribusi.

"Bayangkan, galon dalam kondisi kurang layak seperti kusam, lusuh, dan buram masih dijual bebas. Ini bukan kelalaian kecil, ini ancaman langsung pada kesehatan publik," tegasnya.

Investigasi KKI juga menyoroti nyaris tidak adanya edukasi dari produsen kepada pedagang. Sebanyak 95% pedagang mengaku tidak pernah mendapat penjelasan tentang cara membaca kode produksi atau menentukan usia galon, dan 91,7% tidak pernah diberi informasi mengenai keamanan bahan kemasan.

David menegaskan bahwa masyarakat tidak boleh tinggal diam, sebab masyarakat memiliki hak untuk mengonsumsi air minum yang aman untuk tubuh.

"Jika Anda menerima galon yang buram, kusam, atau usianya lebih dari dua tahun, tolak! Jangan terima! Minta galon baru. Anda punya hak atas air minum yang aman," ujarnya.

Ia juga menambahkan, produsen perlu mengambil tindakan dengan memutus mata rantai galon lanjut usia.

"Produsen harus berhenti berpura-pura tidak tahu. Ketika 57% galon yang beredar sudah melebihi usia pakai yang dianjurkan, itu berarti produsen gagal menyediakan kemasan yang aman bagi masyarakat. Dan gagal dalam urusan air minum berarti mempertaruhkan kesehatan jutaan orang," sambungnya.

Investigasi ini merupakan kelanjutan dari temuan KKI tahun lalu yang juga mengungkap peredaran galon guna ulang bermasalah, namun masih belum ada perubahan yang berarti.

Laporan investigasi ini disampaikan kembali kepada Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN), dan dengan tegas KKI merekomendasikan agar BPKN meminta produsen menarik seluruh galon yang berusia di atas 2 tahun dari peredaran.

Merespons temuan ini, KKI mengeluarkan rekomendasi kepada BPKN. KKI meminta BPKN mendesak produsen Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) untuk segera menarik galon yang sudah berusia di atas 2 tahun guna mencegah potensi bahaya BPA pada masyarakat.

KKI juga mengimbau masyarakat untuk lebih kritis dan aktif melapor. Jika menemukan galon dengan usia lebih dari dua tahun, warga diminta segera menyampaikan laporan melalui kanal pengaduan resmi KKI di www.komunitaskonsumen.or.id.

Dengan demikian, David mengungkapkan peredaran ganula perlu ditegaskan untuk menjaga keselamatan masyarakat.

"Keselamatan konsumen bukan pilihan, itu kewajiban. Dan KKI akan terus mengawalnya," tutup David.




(ega/ega)

Berita Terkait