Dari luar, rumah mewah di bilangan Cilandak, Jakarta Selatan itu terlihat biasa saja. Namun demikian, akan berbeda apabila kita masuk ke dalamnya. Ruang tamu rumah itu telah disulap menjadi 'panggung' sederhana. Cahayanya diredupkan, kemudian ditaburi aksen semburat kebiruan dari sorot lampu-lampu kecil. Gelak tawa anak-anak terdengar, seiring dengan berlangsungnya penampilan jenaka dari para lakon aktor di depan mereka.
"Waktunya apa? waktunya main!" Seru salah satu penampil, diikuti gemuruh tepuk tangan yang memenuhi ruangan.
Seruan itu milik Elisabeth Tita, pendiri komunitas Waktunya Main. Bersama dengan keenam rekannya, perempuan yang akrab disapa Tita ini mengajak penonton dari berbagai usia untuk bermain dan menjelajahi imajinasi tak terbatas milik mereka.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kita tuh sekumpulan individu pekerja seni yang ingin menghadirkan ruang lintas usia. Di mana mereka (penonton) bisa menyentuh kembali jiwa anak-anak yang ada di dalam diri mereka melalui bermain. Itu Waktunya Main," ungkap Tita di Program Sosok detikcom.
Waktunya Main adalah perkumpulan pekerja seni yang menghadirkan ruang eksplorasi, interaksi dan edukasi bagi segala usia menggunakan metode bermain. Tita menjelaskan, Waktunya Main tak hanya menawarkan pengalaman bermain biasa. Lebih dari itu, Waktunya Main memberikan pengalaman bermain yang lebih kompleks melalui cerita imajinatif, musik, dan akting.
Kesuksesan Waktunya Main berawal dari keresahan yang Tita rasakan. Tita yang dulu disibukkan oleh pekerjaan, merasa kurang menghabiskan waktu untuk bermain bersama anak-anaknya. Berangkat dari keresahannya, Tita menyadari bahwa bermain sangat dibutuhkan anak-anaknya.
"Jadi 2016 itu saya bekerja di satu perusahaan agency. Saat itu, mulai merasa resah bahwa kurang waktu untuk bermain dengan anak, ditambah lagi gadget mulai menguasai hidup anak-anak. Jadi dari situ, mulai nih punya komitmen, setiap Sabtu atau Minggu setidaknya sejam main sama anak. Dari situ saya lihat 'Wah ini kok ternyata bagus'. Mulailah aku bikin Instagramnya, coba deh apa yang aku lakukan sama anakku, aku taruh di Instagram. Nah di situlah muncul namanya Waktunya Main," jelas Tita.
Tita mengatakan, banyak orang tua yang memiliki keresahan yang sama seperti dirinya. Hal ini mendorong Tita untuk terus mengembangkan Waktunya Main, dan memberikan kesempatan bagi para orang tua untuk bermain lebih sering bersama anak mereka.
"Aku lihat wah memang bagus banget lah kalau kita bisa membuat program-program yang seperti ini. Mungkin juga (bisa) membantu orang tua yang memang tidak punya waktu sama sekali untuk anak-anaknya, gitu. Jadi ya sudah, kita menyediakan program ini. Orang tua tinggal datang dengan anaknya, kita ajak main bersama," Kata Tita.
Berawal dari keinginan untuk menciptakan ruang bermain untuk anak-anak, Tita akhirnya sadar bahwa orang dewasa juga butuh waktu untuk bermain. Tita mengatakan, semakin beranjak dewasa dan semakin sibuk dengan kehidupan, semakin hilang juga imajinasi dan keberanian di dalam diri.
Dengan begitu, Tita ingin menumbuhkan kembali imajinasi dan keberanian di dalam diri orang dewasa melalui ruang bermain lintas usia. Bagi Tita, orang-orang dewasa dapat menerima pertunjukan Waktunya Main dengan level yang berbeda.
"Kita baru menyadari bahwa ternyata yang butuh main bukan hanya anak-anak. Anak-anak mungkin senang ya, ngelihat warna-warni, ngelihat ceritanya, tokohnya. Tapi orang dewasa dapat sesuatu yang menyentuh rasa mereka. Baru kita lihat, berarti karya kita memang untuk lintas usia. Karena tidak hanya anak-anak yang bisa menerima, tapi orang dewasa juga menerimanya dengan level yang berbeda," tutur Tita.
Bagi Tita, semua orang perlu untuk bermain. Termasuk dirinya, dan orang-orang dewasa lainnya. Pentingnya bermain tak hanya ia tanamkan kepada audiens Waktunya Main, tetapi juga pada timnya. Tita menyadari bahwa baik ia maupun timnya, yang biasa mengajak orang untuk bermain, juga membutuhkan momen untuk bermain.
Banyak hal yang Tita dapatkan selama membentuk Waktunya Main. Tita mengungkapkan, sebelum menekuni Waktunya Main, dirinya merupakan seseorang yang mudah overthinking, sangat berhati-hati, dan kurang berani. Namun, lambat laun dirinya berubah menjadi orang yang lebih berani untuk mencoba hal baru setelah berkontribusi di Waktunya Main. Tak hanya itu, Tita juga mendapatkan kepuasan tak ternilai saat melihat momen kebersamaan para audiensnya selama pertunjukan Waktunya Main berlangsung.
"Setiap pertunjukan, kita ada sesi artist talk. Di mana mereka bisa bertanya apapun langsung ke kita, tentang apapun. Sehingga kita bisa saling berinteraksi gitu. Nah di situlah ternyata mereka menanggapinya luar biasa. Ada yang sampai menangis, ada yang sampai ingat ke satu hal yang dulu membahagiakan buat mereka. Itu sih momen priceless banget buat aku dan buat temen-temen," kata Tita.
Delapan tahun mengabdikan hidup untuk Waktunya Main, Tita terus bertahan hanya dengan berpegang pada satu tujuan. Ia ingin membawa kebahagiaan untuk lebih banyak orang dari segala usia.
Tita mengaku, meski sudah melakukan pertunjukan di berbagai tempat, namun masih ada harapan yang ia ujubkan. Yakni memperkenalkan Waktunya Main ke seluruh pelosok dunia.
"Kalau bisa, tahun depan, pengennya kita bisa diundang ke negara lain, untuk pentas juga. Kita ingin membawa Indonesia ke luar negeri, tapi melalui karya. Roadshow ke negara lain untuk membawa pesan-pesan yang ingin kita sampaikan," pungkas Tita.
(nel/nel)










































