Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin berencana memberi label berwarna atau color guide pada minuman kemasan. Label tersebut dibedakan berdasarkan kandungan gula pada minuman. Hal ini bertujuan untuk menekan tingkat konsumsi gula masyarakat Indonesia yang tinggi.
"Jadi kita sudah meeting dengan BPOM sudah siap aturannya ya, kayak Singapura yang merah, kuning, hijau, merah-kuning-hijau itu, dan gede nulisnya," kata Budi dalam rapat dengan Komisi IX DPR RI, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (8/7/2024).
Menurut Budi, pemerintah kini tengah menyiapkan rancangan peraturan pemerintah (RPP) terkait aturan tersebut. Ia tak memungkiri jika dikatakan masyarakat Indonesia saat ini menyukai minuman manis.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jadi mungkin nanti kita mewajibkan pasang color guide dan color guide itu ada ukurannya jadi berapa besar dari brand-nya mereka dan itu kalau ke luar (aturannya) mungkin ya kayak dokter asing juga bisa ramai," tambahnya.
Budi juga sempat menyoroti sulitnya penanganan obesitas dan diabetes di Indonesia. Ia mengatakan kondisi ini salah satunya disebabkan oleh kebiasaan makan dan minum manis yang sudah menjadi budaya.
"Itu harus kita kontrol karena budaya orang Indonesia itu suka makan manis, suka minum manis," katanya dalam Rapat Kerja Kesehatan Nasional (Rakerkesnas) Tahun 2024 di ICE BSD, Tangerang, Rabu (24/4).
"Yang kita lakukan itu kita mau ngatur itu. itu sebabnya di undang-undang yang baru itu dimasukin tuh. Kemenkes nanti bisa menggunakan batas maksimal garam gula lemak," sambungnya.
Dalam rapat kerja bersama Menteri Kesehatan, Anggota Komisi IX DPR RI Rahmad Handoyo menyoroti semakin mudanya pengidap diabetes di Indonesia. Ia lantas menyinggung salah seorang tetangganya yang harus suntik insulin di usia 18 tahun.
"Tapi faktanya tetangga rumah saya, belakang rumah saya persis, ada anak umur 18 tahun wajib suntik insulin karena gaya hidup. Karena berlebihan makan minuman kemasan setiap hari, bisa dua tiga kali, dampaknya ke kesehatan," kata Rahmad dalam Raker DPR-RI Komisi IX, Senin (8/7/2024).
Ia meminta Menkes Budi bersama Badan Pengawas obat dan Makanan (BPOM) RI bekerja sama terkait masalah labeling informasi nilai gizi pada kemasan.
Rahmad berpendapat label yang sekarang ada masih terlalu kecil. Menurutnya, kondisi ini menjadi salah satu faktor masih sulitnya masyarakat untuk paham dengan dampak dari konsumsi gula dan garam berlebihan.
"Penamaan labeling masalah gula dan garam itu ada batas maksimalnya itu tertera di dalam kemasan produk. kita tahu ada batasan 50 gram gula atau 4 sendok, kemudian batasan dan risiko itu harus disampaikan kepada publik atau rakyat," kata Rahmad.
"Aksinya berkenan mohon, dalam bentuk aktualisasi, dalam bentuk aturan Menteri Kesehatan agar ada batasan, ataukah misal dalam label itu 30-40 persen itu bentuk nutrisi harus ada. Selama ini kan tulisannya kecil-kecil nggak pernah terbaca," sambungnya.
Masalah konsumsi garam, gula, dan lemak tinggi di masyarakat juga disoroti Plt Kepala BPOM L Rizka Andalusia. Rizka mengatakan tingginya konsumsi ini berkontribusi pada peningkatan kasus penyakit tidak menular di Indonesia.
Hal ini berimbas pada beban biaya kesehatan yang meningkat. Akan tetapi, kata Rizka, penyakit tidak menular sebenarnya mudah dicegah dengan mengonsumsi makanan sehat. Misalnya, dengan tidak menambahkan gula saat minum kopi atau teh.
"Slogan kita, yang kopi pakai gula, itu bukan peminum kopi sejati," kata Rizka saat ditemui di Jakarta Selatan, Kamis (4/7/2024).
Rizka menjelaskan konsumsi garam, gula, dan lemak berlebih bisa membahayakan Kesehatan. Karenanya, ia menyebut masyarakat perlu diedukasi soal makanan dan minuman aman dikonsumsi serta menghilangkan kebiasaan menambahkan gula pada kopi atau teh.
"Berapa pun mahalnya harga kopi yang Bapak beli, begitu Bapak tambahkan gula, hilang rasa kopinya itu," ucapnya lagi.
"Hanya dengan melalui edukasi kepada masyarakat, kita dapat melaksanakan hal ini dan kita dapat mengubah kebiasaan. Kita dapat mewujudkan sumber daya manusia Indonesia yang unggul dan berdaya saing, SDM Indonesia yang sehat," lanjut Rizka.
Gula sebenarnya dibutuhkan oleh tubuh sebagai sumber energi atau bahan bakar tubuh agar bisa bekerja secara optimal. Meski begitu, konsumsi gula perlu dibatasi agar tak menjadi bumerang bagi tubuh.
Pakar gizi masyarakat dr Tan Shot Yen menjelaskan kelebihan konsumsi gula dapat memicu sejumlah risiko masalah Kesehatan.
"Masalah gula bablas menyebabkan insulin meroket, yang tadinya bertujuan menekan gula agar tidak terjadi diabetes. Dan kelebihan gula ini disimpan jadi lemak," ucapnya saat dihubungi detikcom, Senin (3/6/2024).
"Yang bahaya jika terus-terusan insulin digenjot maka bisa terjadi resistensi insulin, insulinnya sudah kebal, nggak bisa lagi nurunin gula darah, dengan akibat diabetes terjadi," sambungnya lagi.
Di sisi lain, makanan manis ternyata bisa meningkatkan fungsi otak. Hal ini diungkap para peneliti Yale University dan Max Planck Institute for Metabolism Research di Jerman. Simak pembahasan selengkapnya hanya di program detikPagi edisi Selasa (9/7/2024).
Nikmati terus menu sarapan informasi khas detikPagi secara langsung langsung (live streaming) pada Senin-Jumat, pukul 08.00-11.00 WIB, di 20.detik.com dan TikTok detikcom. Tidak hanya menyimak, detikers juga bisa berbagi ide, cerita, hingga membagikan pertanyaan lewat kolom live chat.
"Detik Pagi, Jangan Tidur Lagi!"
(vrs/vrs)










































