Dengan menggunakan metode ini, berat badan Rahmat yang semula 72 kg berhasil turun menjadi 57 kg dalam waktu 3 bulan saja. Penasaran? Yuk simak kisahnya, seperti ditulis detikHealth pada Jumat (16/1/2015):
Sebagai salah seorang yang bekerja sebagai petugas medis, saya dituntut untuk selalu tampil sehat dan prima di hadapan pasien. Sudah bertahun-tahun saya mencoba mendapatkan tubuh yang proporsional tapi selalu gagal.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tadinya saya cuek saja tapi lama-kelamaan perut yang membuncit ini mulai mengganggu penampilan saya. Selama ini saya memakai celana ukuran 32, tapi waktu itu dengan nomor 36 pun celana saya masih terasa sempit. Bahkan tiap habis makan saya harus membuka kancing atas celana supaya bisa bernapas.
Kemudian sejak lebih kurang 3 bulan lalu, saya iseng mencoba cara lain untuk menurunkan berat badan dengan mengubah pola makan. Bulan pertama saya makan nasi tim dua kali sehari, jam setengah 11 pagi dan jam setengah 4 sore. Di luar jam tersebut saya tidak makan lagi kecuali minum air putih.
Bulan kedua saya makan kwetiau rebus/ayam dengan waktu yang seperti bulan pertama. Nah, di bulan ketiga saya mencampur kedua menu itu. Pagi jam setengah 11 saya makan nasi tim, sorenya saya makan kwetiau, atau sebaliknya.
Berat badan saya turun 15 kg dalam waktu 3 bulan, dari 72 kg menjadi 57 kg. Selain berat badan turun, celana panjang saya ukurannya 36 sudah tidak bisa dipakai lagi karena kedodoran. Sementara itu celana dengan ukuran 32 pun masih kedodoran dan saya masih harus memakai ikat pinggang lagi.
Alasan lain yang menginspirasi saya untuk mengecilkan perut buncit adalah karena ada pasien saya yang badannya bagus karena ikut fitness dan sempat ikut kejuaraan bodybuilding. Perutnya sangat datar dan berotot. Akhirnya impian saya memiliki perut yang tidak buncit terlaksana, Alhamdulillah.
Beberapa pasien saya sekarang sering bilang saya terlalu kurus. Meski demikian saya tetap menjaga pola makan seperti di atas dan berharap cerita saya ini bisa mendapat tanggapan dari pembaca detikHealth.











































