Jakarta - BPOM RI berhasil membongkar peredaran kosmetik ilegal senilai Rp 1,8 triliun dari hasil intensifikasi pengawasan. Begini penampakan produknya.
Foto Health
Penampakan Kosmetik Ilegal yang Diamankan BPOM, Ada Produk Mengandung Merkuri
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI mengungkap peredaran kosmetik ilegal bernilai 1,8 triliun rupiah. Produk ini ditemukan tanpa izin edar dan berpotensi membahayakan kesehatan. (Foto: DetikHealth/Averus Al Kautsar)
Gudang penyimpanan dipenuhi kosmetik tanpa izin edar. Mayoritas produk berasal dari impor. (Foto: DetikHealth/Averus Al Kautsar)
"Temuan didominasi oleh produk impor sebesar 65 persen. Rinciannya, kosmetik tanpa izin edar 94,30 persen, kosmetik mengandung bahan berbahaya 1,99 persen, kosmetik kedaluwarsa 1,47 persen, penggunaan tidak sesuai definisi kosmetik 1,46 persen, dan kosmetik impor tanpa SKI (surat keterangan impor) dan PIB (pemberitahuan impor barang) 0,78 persen," ucap Taruna pada awak media di Kantor BPOM, Jakarta Pusat, Selasa (9/12/2025). (Foto: DetikHealth/Averus Al Kautsar)
Pihak BPOM yang memeriksa menemukan kandungan berbahaya pada sampel kosmetik. Beberapa mengandung merkuri, hidrokuinon, dan bahan terlarang lainnya. (Foto: DetikHealth/Averus Al Kautsar)
Kosmetik berbahaya bisa sebabkan iritasi hingga perubahan warna kulit. Risiko jangka panjangnya dapat memicu kanker. (Foto: DetikHealth/Averus Al Kautsar)
Patroli siber BPOM menemukan ribuan tautan penjualan kosmetik ilegal. Platform online menjadi jalur terbesar peredarannya. (Foto: DetikHealth/Averus Al Kautsar)
Jakarta Barat tercatat sebagai asal pengiriman kosmetik ilegal terbanyak secara online, kemudian disusul Kabupaten Tangerang, Kabupaten Bogor, Jakarta Utara, dan Medan. (Foto: DetikHealth/Averus Al Kautsar)
BPOM telah mengawasi lebih dari 230 ribu tautan terkait kosmetik dalam tiga tahun. Pengawasan digital meningkat setiap tahunnya. (Foto: DetikHealth/Averus Al Kautsar)
"Takedown tautan penjualan kosmetik selama periode intensif pengawasan berarti pencegahan peredaran kosmetik ilegal lebih luas dengan estimasi potensi keekonomian mencapai Rp 1,84 triliun," ungkap Taruna. (Foto: DetikHealth/Averus Al Kautsar)











































