Studi internasional mengungkapkan saat ini banyak ibu yang merasa terkucilkan dan malu saat harus menyusui di ruang publik. Komentar dan perawatan yang kurang dari staf kesehatan kepada ibu muda yang baru pertama kali menyusui pun membuat mereka memutuskan untuk berhenti memberi ASI ekslusif untuk anak mereka.
Penelitian yang dilakukan oleh dr Gill Thomson dari Maternal and Infant Nutritition and Nurture Unit di University of Central Lanchashire, Preston ini pun menyertakan peneliti dari Jerman dan Swedia. Mereka melakukan penelitian dengan mewawancarai 63 wanita Inggris dari berbagai latar belakang. Dua per tiga wanita masih menyusui saat diwawancari. Setelah itu, diketahui hanya sedikit wanita yang memutuskan memberi ASI untuk anaknya saat berada di tempat umum.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Terkait dengan hal ini, nutrisionis Yona Shelly S.Gz mengatakan ibu tak perlu malu memberi ASI pada si kecil, sekalipun di tempat umum. "Ibu bisa menggunakan apron atau kain gendong untuk menutupi payudara saat menyusui anak sehingga tidak usah malu saat menyusui anak di tempat umum," kata Yona kepada detikHealth dan ditulis pada Senin (22/9/2014).
Proses menyusui yang terhambat tentu membuat jangka waktu anak mendapatkan ASI semakin berkurang. Padahal, anak yang mendapat cukup ASI akan memiliki kecerdasan yang optimal. Kemampuan kognitif dan bahasa mereka jauh lebih baik, serta terhindar dari obesitas. Bukan itu saja, ibu yang memberi ASI pun akan terbebas dari risiko kanker rahim dan payudara.
Dari hasil pengamatan tersebut, hanya 46 persen ibu di Inggris yang memberikan ASI ekslusif. Berbeda dengan Swedia yang memiliki persentase hingga 83 persen ibu yang memberi ASI eksklusif. Tak hanya melihat faktor dari ketidaknyaman para wanita dalam menyusui di ruang publik, studi ini pun ikut mengevaluasi proyek yang dijalankan UNICEF Community Baby Friendly untuk mengakreditasi fasilitas bersalin dan membuat ketetapan standar internasional untuk membuka praktik. Hal ini dilakukan agar para tim kesehatan tak lagi meninggalkan para ibu muda yang masih membutuhkan pertolongan dalam menyusui.
Banyak perempuan yang berhenti menyusui karena kurangnya informasi akan pilihan untuk memberikan ASI dan kurangnya dukungan dari orang-orang terkasih. Selain itu, tidak tersedianya fasilitas yang mendukung program pemberian ASI ekslusif pun menjadi faktor yang membuat ibu menjadi tak nyaman untuk melanjutkan program menyusui.
"Tidak tersedianya ruang ASI membuat ibu yang bekerja tidak dapat menyusui, memerah ASI, atau menyimpan ASI," ujar dr Muchtaruddin Mansyur, MS, SpOk, PhD, Direkutur Bina Kesehatan Kerja dan Olahraga, Kementerian Kesehatan RI.
(rdn/vta)











































